Rakyat Papua, Keluh Kesah
Oleh: Maiton Gurik, S.I.Kom
Rakyat
Papua keluh kesah atas kegagalan implementasi kebijakan, program,
Perda/Perdasus, proyek semakin sering terdengar macet (ditengah jalan), dugaan
korupsi masih yang banyak belum tuntas mulai dari para penyelenggara
pemerintah, gubernur, bupati/walikota, DPR dan sampai kepala desa.
Konon
gubernur berkeluh kesah karena petunjuk, pengarahan bahkan instruksinya belum
dilaksanakan para SKPD nya. Para pembantunya itu punya loyalitas ganda, bahkan
bisa jadi multi loyalitas parpol dan sponsor lain yang “ikut menjaga keamanan
posisinya”. Para SKPD mengeluhkan bawahan yang tidak loyal. Kabarnya pejabat
juga berkeluh kesah tentang banyaknya proposal minta sumbangan dari OKP, LSM,
Ormas bahkan masyarakat hukum.
Para
pemerhati pembangunan mengeluh karena kekuasaan politik dinasti. Kekuasaan
politiknya kadang mencari keluarga pada posisi-posisi terpenting, bukan mencari
kualitasnya orangn. Ada juga pejabat yang mengeluh hasil sampingannya tidak
sebanyak rekannya. Demikian semua pejabat sampai kepala desa kompak berkeluh
kesah dengan nyayian yang kurang lebih sama yaitu kurangnya SDM yang mumpuni,
anggaran yang cekak, dan reformasi yang melahirkan aparat birokrasi yang kurang
displin dan loyal berani melawan atasannya.
Lalu
rakyat yang sudah bayar pajak hasil jualan pinang maupun belum, yang hidupnya
susah harus berkeluh kesah kemana lagi? Bahkan sudah menjadi rahasia umum
aparat birokrasi sering berkeluh kesah pada rakyat yang terpaksa harus atau
sedang beberurusan dengan birokrasi, karena gajinya kurang, tidak ada biaya
operasional, dan lain-lain. Rakyat yang ingin berkeluh kesah terpaksa menerima
keluh kesah.
Rakyat
yang berkeluh kesah menghadapi kenaikan harga barang dan pungutan di sekolah
masih bahal dan liar. Pedagang besar sampai penjual pinang mengeluh susahnya cari
duit sekarang ini sementara pungutan pajak, restribusi uang keamanan sampai
pungli dijalanan meningkat tanpa kena belas kasihan.
Guru
dan TNI/POLRI berkeluh kesah karena kecilnya gaji, honor dan uang lauk pauk.
Nelayan (pesisir) sudah lama mengeluh tidak melaut karena mahalnya harga solar
naik turun. Masyarakat (gunung) keluh kesah karena tiap hari harus naik
pesawat, terbang sana-sini. Keluh kesah juga karena biaya tiket pesawat yang
cukup mahal dan sering naik turun.
Petani
mengeluh karena langka dan jarak dari rumah ke pasar, banjir, hama, kekeringan,
dan turunya harga gabah saat panen. Sopir dan abang becak berkeluh kesah sepi
penumpang. Buruh berkeluh kesah atas rendahnya upah. Pencari kerja putus asa
karena sulitnya lowongan kerja. Pencari HAM/keadilan/kemanusiaan sering
berputus asa harus berhadapan dengan para aparat kepolisian yang mata duitan,
yang terkenal dengan mafia peradilan.
KPK
mengeluh karena banyaknya dugaan kasus korup yang harus ditanggani, BPK juga
mengeluh karena hasil–hasil temuannya ditindaklanjuti. Pejabat pemerintah
mengeluh karena sering dipanggil DPR. Lucunya DPR berkeluh kesah karena
padatnya rapat-rapat sampai larut malam, sementara paling tidak kata sebagian
nya honorarium nya tidak memadai. Rakyat juga mengeluh karena DPR kurang
memperjuangkan nasib rakyat dan ruang sidangnya sering kosong.
Anehnya
makhluk Sang Pencipta lainnya yaitu binatang, diyakini mengeluh karena diburu
dan lahan nya dirusak manusia tanpa perikemanusiaan apalagi perikebinatangan.
Tumbuhan juga berkeluh kesah dibantai, sehingga hutan, gunung, dan laut marah
dengan banjir, kekeringan, longsor, tsunami dan gempa. Bagaimana dengan makhluk
Sang Pencipta lainnya seperti malaikat dan setan. Konon mereka juga mengeluh
karena para malaikat sudah jarang mencacat kebaikan manusia, sementara setan
juga menganggur karena manusia sudah piawai, tak perlu di ajari lagi. Bahaya
kalau begini!
Meski
demikian meratanya keluh kesah di negeri cenderawsih ini, Gubernur, DPRP, MRP
Bupati dan Walikota “optimis” akan masa depan negerinya. Semoga!
Kampus
UNAS Jakarta, 04 Juli 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar