Laman

selamat datang

SELAMAT DATANG MAHASISWA BARU DI KOTA SURABAYA TAHUN 2018

Minggu, 02 September 2018

RILIS KRONOLOGI PENYERANGAN ASRAMA MAHASISWA PAPUA DAN PENANGKAPAN MAHASISWA PAPUA SURABAYA


            Rabu siang (15/08) pada pukul 11:30 WIB, asrama mahasiswa papua didatangi oleh ormas yang menginginkan penaikan bendera merah putih di asrama mahasiswa Papua. Anggota ormas yang datang sekitar 30 orang. Penghuni Asrama membuka diri dengan mempersilakan perwakilan ormas untuk masuk dan melakukan dialog pada pukul 12:30 WIB. Pada saat penghuni asrama membuka diri untuk melakukan dialog secara baik-baik terkait dari tujuan ormas mendatangi asrama Papua, pihak ormas mengatakan ingin bendera merah putih agar dikibarkan di asrama Papua. Saat dialog belum selesai, belasan anggota ormas memaksa masuk ke dalam asrama. Kemudian, penghuni asrama meminta belasan anggota ormas untuk keluar terlebih dahulu agar negosiasi dapat diselesaikan. Anggota ormas tidak terima permintaan penghuni dan tiba-tiba melakukan pemukulan kepada salah satu penghuni.
            Penghuni tersebut menerima tindakan pemukulan dari tiga anggota ormas, sehingga ia panik dan lari ke dapur untuk mencari barang yang dapat digunakan untuk membela diri. Dengan spontan, ia mengambil parang yang biasa digunakan untuk membelah kayu bakar guna membela diri. Melihat hal tersebut, anggota ormas yang sebelumnya masuk ke dalam asrama berhamburan keluar. Salah satu anggota ormas yang sedang berlari keluar bertabrakan dengan anggota ormas lain dan terjatuh di halaman asrama hingga mengalami luka di tangannya. Anggota ormas yang keluar dari asrama memprovokasi anggota ormas yang berada di luar asrama, sehingga terjadi pelemparan kepada penghuni asrama dengan menggunakan batu dan botol kaca.
            Dilansir dari SBO TV, mengutip pernyataan saudara Basuki Rahmad sebagai perwakilan dari ormas, bahwa saat itu terjadi pembacokan terhadap salah satu anggota ormas. Hal ini, merupakan pernyataan yang tidak berdasar, tanpa bukti yang jelas, dan tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, karena penghuni asrama menjadi saksi dan membantah adanya dugaan pembacokan seperti yang dikatakan oleh saudara Basuki Rahmad.  
            Saat kejadian ini terjadi sekitar pukul 11:30-12:30 WIB, diketahui terdapat dua orang polisi yang berada di lokasi dan melihat kejadian, sayangnya oknum polisi ini hanya melihat tanpa melakukan upaya untuk menghentikan penyerangan. Padahal, salah satu penghuni asrama mengalami luka ringan akibat pemukulan oleh salah satu anggota ormas.
            Perihal pemasangan bendera merah putih di asrama, penghuni tidak ada yang merasa keberatan. Namun, penghuni hanya membutuhkan waktu untuk berkoordinasi dengan pengurus asrama yang tidak sedang berada di Surabaya. Pada akhirnya, bendera merah putih dikibarkan pada Rabu siang (15/08), bahkan hingga pukul 06:00 WIB (16/08) bendera masih tetap berkibar tanpa ada rasa keberatan dari penghuni. Hal yang sangat disayangkan adalah terjadinya gesekan pada siang hari dan penghuni merasa diintimidasi dengan masuknya belasan anggota ormas secara paksa, padahal jika pihak ormas dan penghuni berdialog secara baik-baik bendera pasti akan dipasang pada saat itu juga.
            Menurut Undang-undang nomor 24 tahun 2009, Bendera Merah Putih wajib dikibarkan oleh setiap warga negara Indonesia di setiap perayaan 17 Agustus. Sehingga, kewajiban untuk memasang bendera merah putih yang dipahami oleh penghuni asrama adalah pada tanggal 17 Agustus, atau setidaknya satu hari sebelumnya yaitu pada tanggal 16 Agustus.
            Sebelumnya beberapa dari penghuni asrama mengatakan bahwa mereka di datangi oleh Satpol PP dan memberikan surat himbauan walikota untuk mengibarkan bendera merah putih dari tanggal 14 hingga 18 Agustus. Keterlambatan koordinasi menjadi penyebab bendera merah putih belum dinaikkan hingga hari rabu siang pukul 12:00 WIB (15/08). Namun, masalah tersebut tidak perlu sampai menimbulkan gesekan antara ormas dengan penghuni asrama. Karena dirasa cukup dengan bermusyawarah secara kekeluargaan.
            Kejadian berlanjut ketika pukul 19:50 WIB dimana mulai ada sekitar 50 polisi yang datang dan berjaga di area sekitar asrama. Perwakilan pihak kepolisian kemudian bernegosiasi dengan pengacara LBH Surabaya dan menyepakati untuk menyerahkan barang bukti dugaan pembacokan, dan meminta perwakilan salah satu penghuni asrama berinisial HR, namun HR bukanlah penghuni asrama namun pihak kepolisian tetap memaksa HR untuk ke polrestabes sebagai saksi. Barang bukti tersebut diterima oleh pihak penyidik dan akan dibuatkan surat berita acara penyerahan barang bukti.
Namun, pada pukul 20.10 WIB, sekitar 30 anggota kepolisian memaksa masuk untuk menunjukkan surat perintah penangkapan dan penggeledahan kepada pihak penghuni asrama. Namun, salinan surat penangkapan dan penggeledahan tidak diberikan kepada penghuni asrama, sehingga penghuni asrama tidak bisa memahami secara jelas maksud dan tujuan penggeledahan dan penangkapan tersebut. Padahal, dalam KUHAP Pasal 18 Ayat (1) dengan jelas mengatakan bahwa surat penggeledahan/pengkapan harus diperlihatkan dan diberikan kepada pihak tersangka.
            Surat penangkapan secara sepihak mengatakan bahwa telah ada tersangka atas nama EY, yang saat kejadian bahkan tidak sedang berada di Kota Surabaya. Padahal penetapan tersangka menurut peraturan Kapolri no. 12 tahun 2009 Pasal 66 Ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa status tersangka hanya dapat ditetapkan oleh penyidik kepada seseorang setelah hasil penyidikan yang dilaksanakan memperoleh bukti permulaan yang cukup, minimal 2 jenis alat bukti dan melalui gelar perkara.
Saat itu, puluhan anggota aparat kepolisian memaksa masuk untuk mencari pelaku dugaan pembacokan. Beberapa personil terlihat bersenjata lengkap beserta rompi anti peluru dan beberapa menggunakan pakaian preman. Akan tetapi, nama yang dicari adalah salah satu anggota asrama yang sama sekali tidak terlibat dalam kejadian di siang hari karena sedang berada di luar kota bersama keluarga yang sedang berkabung. Setelah tidak menemukan salah seorang yang dicari, tiba-tiba Kapolrestabes Surabaya datang meminta seluruh penghuni agar keluar dari asrama dan masuk ke dalam mobil truk polisi. Pukul 22:14 WIB, sebanyak 49 penghuni asrama dan mahasiswa Papua non-asrama digelandang menuju polrestabes Surabaya.
Disini terjadi kesalahan fatal dari pihak kepolisian karena tidak memberikan surat panggilan/penangkapan sebelumnya kepada 49 orang yang digelandang ke polrestabes Surabaya. Pihak kepolisian berdalih bahwa penangkapan 49 orang ini berstatus sebagai saksi. Seharusnya, menurut Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012, Pasal 27 Ayat 3 bahwa pihak kepolisian memberikan surat pemanggilan terlebih dahulu dengan tenggat waktu 3 hari sudah diterima sebelum waktu untuk datang memenuhi panggilan. Dan Ayat 4 mengatakan bahwa surat pemanggilan pun harus dengan tanda terima saksi untuk memenuhi panggilan
Sesampainya di polrestabes Surabaya, kawan-kawan yang digelandang ini diminta untuk menunggu kedatangan Kapolrestabes Surabaya untuk dilakukan penyidikan. Tepat hari Kamis 16/08/18 pukul 00.15 WIB, sampai dengan pukul 07:25 WIB dilakukan proses penyidikan. namun dalam proses penyidikan, pihak penyidik menanyakan beberapa pertanyaan yang tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya yang tertulis dalam format pertanyaan. Sifatnya menggiring kawan-kawan Papua untuk mengakui kesalahan yang sebenarnya tidak dilakukan, Seperti di tunjukan salah satu barang bukti (foto parang) yang mirip dengan senjata khas papua, tetapi sebenarnya barang bukti itu bukan khas Papua, namun parang biasa yang digunakan untuk memotong kayu bakar. Dan barang ini juga terdapat di daerah lain. Adapun beberapa pertanyaan lain misalnya yang dialami kawan HR, dalam penyidikan ia merasa tergiring oleh beberapa pertanyaan seperti pada foto yang ditunjukan oleh penyidik berupa gambar yang cukup jelas menunjukkan terduga pelaku, namun kawan HR sendiri tidak mengenali orang yang dimaksud pada foto tersebut. Kemudian pada foto kedua, gambar yang diperlihatkan sangat buram. Lucunya, pertanyaannya mengacu pada lokasi yang ditunjuk, bukan merujuk kepada obyek manusia yang terduga sebagai pelaku.
Saat penyidikan berlangsung, 49 kawan Papua yang berada di polrestabes melakukan mogok makan, alasannya bahwa kawan-kawan Papua saat itu digiring untuk mengakui kesalahan yang tidak dilakukan. Dan juga, kawan-kawan Papua saat itu ada yang statusnya sebagai mahasiswa baru, sehingga harus dengan segera kembali ke asrama dan pergi ke kampusnya untuk menghadiri acara kampus.
Setelah penyidikan berakhir, yaitu pukul 06:30 WIB, kawan-kawan Papua masih saja di tahan dengan berbagai alasan. Padahal pihak kepolisian sebelumnya sudah menjanjikan kawan-kawan Papua untuk segera dibebaskan tepat setelah proses penyidikan berakhir. Salah satu alasan yang di lontarkan oleh pihak kepolisian adalah harus menunggu Kepala Polrestabes, karena beliau sedang memimpin apel pagi di lingkungan Polrestabes Surabaya. Ada pula pernyataan salah satu pihak polisi lainnya agar menunggu kedatangan Kasatreskrim Polrestabes Surabaya.
Setelah menunggu lama, kawan-kawan Papua dibebaskan (Kamis, 16/08) pada pukul 09:00 WIB dan sampai kembali di Asrama dalam keadaan selamat pukul 09:45 WIB menggunakan 2 truk dalmas (pengendalian massa). Mahasiswa yang kembali berjumlah 49 orang, sama seperti jumlah yang digelandang pada malam hari sebelumnya. Tidak ada status tersangka dalam penyidikan ini. Namun, mengutip keterangan dari Kasatreskrim Polrestabes Surabaya, akan ada tersangka dari pihak penghuni asrama karena dugaan pembacokan yang sama sekali tidak terjadi. Dilansir dari realita.co tertanggal 18 Agustus 2018, mengutip pernyataan Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Sudamiran bahwa pelakunya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan saat ini sedang dilakukan upaya pencarian.
            Demikian rilis ini kami buat dengan sejujur-jujurnya dengan kesadaran penuh dan tanpa paksaan dari pihak manapun.
            Sekian rilis dari kami, untuk meluruskan kejadian yang sebenarnya. Semoga dapat digunakan dengan semestinya.
Surabaya, 23 Agustus 2018
Pukul  04:10 WIB
Tertanda

 Azizul Amri                                              Nies Tabuni

                                                                                
      Front Mahasiswa Nasional Surabaya              

                                                                  Ikatan Pelajar Mahasiswa Papua Surabaya
 


Daftar Organisasi yang tergabung dalam Solidaritas :
1.      Aliansi Mahasiswa Papua
2.      Ikatan Pelajar Mahasiswa Papua
3.      Surabaya Melawan
4.      Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Surabaya
5.      YLBHI-LBH Surabaya
6.      Front Mahasiswa Nasional Surabaya
7.      Serikat Gerakan Mahasiswa Indonesia
8.      Serikat Perempuan Indonesia-Surabaya
9.      Gabungan Serikat Buruh Indonesia

Daftar Pendamping yang Ikut ke Polrestabes Surabaya
1.      Abdul Wachid (LBH Surabaya)
2.      Anindya Shabrina (FMN Surabaya)
3.      Yakub Lie (Surabaya Melawan)
4.      Fatkhul Khoir (KontraS Surabaya)
5.      Habibus Shalihin (LBH Surabaya)
6.      Sahura (LBH Surabaya)