Laman

selamat datang

SELAMAT DATANG MAHASISWA BARU DI KOTA SURABAYA TAHUN 2018

Jumat, 15 Desember 2017

Undangan Perayaan Natal Bersama Hipmalaja Surabaya

Perayaan Natal Bersama Himpunana Pelajar Dan Mahasiswa Lanny Jaya Kota Studi Se-Surabaya
(HIPMALAJA SURABAYA 2017/2018)

No               : 01/PANNATAL/HIPMALAJA/XII/2017
Kepada Yth : HIMPUNAN PELAJAR DANMAHASISWA PAPUA 
                      (HIPMAPA-SURABAYA)
Di-Tempat

Salam damai sejahtra dalam nama Yesus kristus ;

Dengan penuh rasa syukur kepada Yesus Kristus yang telah lahir,Kami Panitia Natal Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Lanny Jaya Kota Studi Surabaya-Jawa Timur,Mengudang Kepada Bapak/i agar berkenan dapat menghadiri dalam Perayaan Natal,dengan Tema :"HENDAKLAH DAMAI SEJAHTA MEMERINTAH DALAM HATIMU"Yang akan di selelenggarakan pada :

Hari        : Minggu
Tanggal   : 17 Desember 2017
Jam         : 15 : 00 WIB

Tempat    : Jalan Kamasan Asrama Papua-Surabaya
Besar harapan kami kiranya bapak /Ibu,Saudara/i  dapat mengha diri perayaan natal yang kami selenggarakan, Atas kerjasama dan Partisipasinya kami ucapkan banyak terima kasih,kiranya Tuhan menyertai dan memberkati kita semua.

HIMPUNAN PELAJAR DAN MAHASISWA LANNY JAYA KOTA STUDI SURABAYA
MENGUCAPKAN 
SELAMAT HARI NATA 25 DESEMBER 2017 
&
MENYONGSONG TAHUN BARU 01 JANUARI 2018

PANITIA PERAYAAN NATAL BERSAMA HIPMALAJA SURABAYA

                                       
Surabaya,16 Desember 2017
Ketua                            Sekertaris


Pamius Wenda         Delinus Yanengga

Jumat, 08 Desember 2017

Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa -Tingkat Dasar 2017

Himpunan Mahasiswa Papua Universitas Wijaya Putra Surabaya kembali mengadakan kegiatan rutin Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa Tingkat Dasar (LKMM-TD) pada tanggal 2-3 Desember 2017 bertempat di Villa Wahyu Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto,Kegiatan tersebut dibuka oleh Biro Kemahasiswaan H.Mulus Sugiharto, S.Sos;M.Si, pada pukul 07.30.WIB. Dalam kata sambutan tersebut menyampaikan beberapa manfaat penting dalam keikutsertaan mahasiswa di kegiatan LKMM-TD ini, diantaranya adalah melatih jiwa kepemimpinan, membentuk karaker, mengembangkan kreativitas dalam berorganisasi dan membekali generasi muda pada UKM HIMAPA dan juga dunia kerja,dimana mereka selain mampu menguasai ilmu pengetahuan tetapi juga soft skills yang terlatih sehingga nantinya dapat menjadi lulusan yang berdaya saing tinggi. Kegiatan LKMM –TD ini diikuti oleh 10 mahasiswa yang terdiri dari mahasiswa semester I dan 20 mahasiswa dari panitia. Kegiatan LKMM-TD tahun 2017 ini difasilitatori oleh Dosen Pembina Himapa dan Alumni yang memiliki pengalaman dibidang kemahasiswaan. Tidak hanya penyampaian dengan metode ceramah saja, kegiatan ini juga dikemas secara menarik dengan melakukan berbagai diskusi dan simulasi permainan yang sesuai dengan topik yang diberikan oleh masing-masing Panitia.
Pada hari pertama, Sabtu, 2-3 Desember 2017, dihadirkan beberapa Pembicara untuk mengisi materi yang disampaikan kepada peserta LKMM-TD diantaranya adalah Scholastika Elisabeth Igong,S.Sos;M.Si,dan juga beberapa Alumni yang telah menyampaikan materi untuk mencairkan suasana, di sela-sela pergantian materi, panitia mengadakan icebreaker seperti interaktif baris berbaris yang dikemas secara menggunakan yel-yel diikuti dengan melakukan  chicken dance. Peserta LKMM-TD 2017 terlihat sangat antusias dalam kegiatan tersebut.













Selamat bergambung UKM HIMAPA UWPS

Selasa, 28 November 2017

Masyarakat Papua Melawan Ketidakadilan

Oleh: Maiton Gurik
 DARI sekian banyak persoalan Papua, salah satunya adalah masyarakat melawan ketidakadilan, hukum yang cacat moral, kekerasan dan budaya ketidakadilan yang masih dipelihara oleh negara penjajah seperti warisan para Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun lamanya. Penjajah merupakan sumber utama dari ketidakadilan dan ketidak berdayaan masyarakat terjajah.
     Oleh sebab itu, masyarakat Papua melawan ketidakadilan terhadap negara sebagai mental penjajah. Bila menggunakan kelemahan sebagian moral negara dan kebijakan publik yang masih mewarisi mental penjajah. Agar mencari keuntungan dengan atas nama negara, mengambil sumber daya alam dengan kejam dan keji membuat hukum menjadi pasal karet, ketimpangan sosial membengkak, ekonomi kapitalis mengakar melahirkan konflik sosial dan menciptakan ketegangan terhadap kaum wong cilik, membuatnya duka dan luka ketimbang suka dan cita.
    Karenanya, semua organisasi, pagayuban, LMS, OKP, dan organisasi kemasyarakatan mencoba menggalang kebersamaan untuk melawan ketidak adilan terhadap negara secara sukarela dan revolusioner. Walau, negara mencoba membangun Papua sejak masa orba hingga reformasi. Dengan sejenis pendekatan Otsus, Up4p, dan Otsus Plus. Namun, tidak dapat membuahkan hasil yang diharapkan - kepemimpinan Jokowi sekalipun itu, hanyalah menjadi janji-janji manis dipanggung politiknya.
    Sudah sedemikian, sikap tidak tau malu pun tidak ada sama sekali terhadap negara tetangga, yang sudah pandangan dan wawasan nya jauh memikirkan tentang kehidupan mereka di luar angkasa, sementara negeri ini masih diadu domba dan saling sikat. Isu SARA masih dipelihara, budaya korup menjadi penyakit penguasa, praktek hukumnya menjadi pecundang dan kaku, yang salah dibenarkan dan sebaliknya yang benar disalahkan. Apa karena, penyakit jaman Belanda dengan politik divide et impera itu masih dipelihara? Bisa ia, bisa juga tidak. Tergantung kita melihatnya, sandiwara yang dimainkan oleh negara abuti (abunawas tinggi) ini.** Semoga!
Kuningan, 28 November 2017.


Minggu, 26 November 2017

Bebas Beradab "Membangun Budaya Politik Baru"

 
Oleh: Maiton Gurik 
PEMILUKADA atau sekarang istilah pilkada serentak adalah perwujudan partisipasi warga yang merupakan kelanjutan dari ide mengenai kebebasan politik. Walaupun yang terkahir ini (kebebasan) bukan perkara baru dalam kehidupan sistem demokrasi yang telah kita dianut sejak awal proklamasi kemerdekaan, ekspresi yang konkret dari kebebasan itu sendiri sebenarnya baru terasa masa pasca reformasi 1998. Sebelum masa itu orang biasanya menyebut kebebasan politik semu atau kebebasan terbatas, atau dalam ungkapan eufimisme; kebebasan yang bertanggung jawab, meskipun pada dasarnya dalam setiap kebebasan melekat tanggungjawab. Sebab, kebebasan tanpa disertai tanggungjawab bukanlah kebebasan, melainkan kesewenang-kewenangan.
Dalam pilkada serentak, kebebasan politik warga negara dijamin sepenuhnya. Dalam arti mereka berhak atas akses untuk mendapatkan kesempatan memilih atau dipilih (masalah adminitrasi), berhak protes manakalah hak suaranya tidak diakomodasi, dan berhak mengawasi proses pelaksanaannya sampai selesai. Pilkada ini menjadi eksperimentasi dari budaya politik baru dalam bentuk kebebasan yang beradab, sehingga proses pelaksanaannya sampai penentuan hasil akan berlangsung secara beradab pula.
Dalam konteks pilkada serentak yang lalu dan yang akan datang menjadi batu ujian apakah kita mampu mempraktikkan kebebasan yang beradab menjadi budaya politik baru. Jika mampu maka, ini akan menjadi sebuah “kamar” besar bagi demokrasi kita. Budaya politik baru dengan pondasi kebebasan yang beradab perlu terus-menerus didorong untuk mempercepat konsolidasi demokrasi. Selama ini agenda tersebut berjalan tersendat karena prosesnya hanya bergema di permukaan dan di menstimulasi pembentukan budaya politik baru. Indikatornya yang paling jelas pada proses-proses politik yang bersifat transaksional dan sarat kepentingan pragmatis. Politik kehilangan idealisme karena dikendalikan oleh para petualang yang hanya mencari jabatan, kekuasaan, uang dan sejenisnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, orang tidak segan-segan menghalalkan segala cara, memainkan trik adu domba, menyalip di tikungan dan sebagianya.
Bagian ini kita mesti waspada, karena apatisme politik bisa terwujud dalam partisipasi semu, yaitu ketika rakyat tetap memberikan hak suara semata-mata karena mereka merasa sebagai warga negara yang baik. Namun, partisipasi itu tidak disertai harapan akan terwujudnya perubahan, sebab rakyat telah memiliki pandangan bahwa janji-janji para politisi hanya "di bibir belaka". Yang lebih para lagi ialah ketika rakyat memberikan suaranya demi sosgokan atau money politic yang disebar oleh para politisi yang berambisi untuk meraih kekuasaan politiknya. Fenomenan semacam itu akan berdampak buruk dalam jangka panjang karena yang akan lahir adalah para pemimpin palsu, para pertualangan kekuasaan yang tidak memiliki visi apapun kecuali ingin berkuasa. Kepemimpinan yang jatuh pada orang yang bersalah merupakan ancaman terbesar bagi proses demokrasi. Jika ini terjadi maka dalam jangka panjang, masyarakat semakin terasingkan dari kehidupan politik yang sebenarnya bahkan mereka hanya menjadi alat politik belaka.
Sesungguhnya, dalam pilkada serentak yang digelar mulai bulan Desember 2015 lalu hingga kini dan akan datang, agar kita mendorong rakyat benar-benar menjadi penentu, bukan elit atau partai politik. Pemilihan langsung akan tanpak urgensinya manakala rakyat diperlakukan sebagai subyek dan bukan obyek politik. Dengan demkian rakyat akan menjadi kekuatan transformatif yang mempercepat proses transisi menuju konsolidasi demokrasi yang sesungguhnya. Logika ini masih bisa dilanjutkan; jika rakyat menjadi kekuatan penentu yang sesungguhnya dalam proses-proses politik, maka mereka akan terdorong untuk berpartisipasi aktif dan nyata dalam berbagai perumusan kebijakan publik yang akan berdampak pada kehidupan mereka secara langsung. Begitu juga sebaliknya, jika mereka hanya menjadi obyek politik, maka yang akan muncul adalah sikap fatalistik dan tidak peduli. Tidak ada yang lebih berbahaya dalam kehidupan berdemokrasi dari rakyat yang bersikap masa bodoh.
Momentum pilkada serentak adalah milik rakyat. Pilkada serentak ini memberi ruang sebesar-besarnya kepada rakyat untuk menjadi aktor politik. Aktor disini berarti subyek yang memiliki kebebasan untuk menilai sistem sebagai totalitas, bersikap kristis terhadap aspek-aspek kekuasaan, dan memiliki kesadaran penuh untuk berpartisipasi. Sudah barang tentu partisipasi yang dimaksud bukan hanya soal memberikan suara, tapi tentang bagaimana menyikapi hasil-hasilnya. Karena itu sejak awal rakyat harus terlibat secara aktif; memiliki pengetahuan tentang mekanisme pilkada, mengawal pelaksanaannya, menilai rekam jejak para kandidat, menjatuhkan pilihan secara independen, dan menerima hasil -hasilnya secara sportif. Itulah perwujudan kebebasan politik yang beradab.
Kita semua sudah lelah dengan kekisruhan dan konflik politik yang tidak berkesudahan yang mewarnai berbagai pelaksanaan pilkada selama ini. Dengan kesadaran bersama untuk membangun budaya politik baru, kita berharap pilkada serentak ini dapat mewujudkan harapan untuk terciptanya demokrasi yang lebih solid - demokrasi lahir dari kekuatan rakyat, yang mampu melahirkan para pemimpin berintegritas. Pilkada serentak 2018 adalah tempatnya untuk mencari pemimpin-pemimpin alternatif. Mari, warga negara yang baik adalah warga negara yang memilih pemimpin yang baik dan berintegritas.** Semoga!
Jakarta Selatan, 27 November 2017

Minggu, 10 September 2017

Pengenalan Kehidupan Kampus 2017

UNIT KEGIATAN HIMPUNAN MAHASISWA PAPUA UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA (UKM HIMAPA UWPS) Tahun 2017-2018
Kegiatan pengenalan kehidupan kampus merupakan kegiatan awal untuk mengadapi proses dunia pendidikan akademisi,bagaimana beradaptasi baik dari lingkungan kampus maupun beradaptasi dengan dosen di lembaga atau universitas wijaya putra Surabaya,yang di selenggarakan oleh badan eksekutif mahasiswa universitas wijaya putra surabaya (BEM-U),diikuti seluruh organisasi yang ada di lingkungan baik bem-f,baik Ukm,maupun seluruh himpunan mahasiswa yang ada di lingkungan universitas wijaya putra Surabaya tahun 2017, kegiatan pekkam mulai dari tanggal 06-10 september 2017 di kampus tercinta universitas wijaya putra Surabaya.

Himpunan mahasiswa papua universitas wijaya putra Surabaya,telah berpartisipasi dalam acara tersebut,himpunan mahasiswa papua universitas wijaya putra surabaya, merupakan dibawa naungan dari Mentri Seni dan Budaya (Mensenbud) yang bergerak di lingkungan universitas wijaya putra Surabaya. 








SELAMAT DATANG DI UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA

Rabu, 05 Juli 2017

Politisi Papua, Kepemimpinan Politiknya

        
Politisi Papua, Kepemimpinan Politiknya
Oleh : Maiton Gurik,S.I.Kom

       MELIHAT dari perkembangan keadaan politik Papua saat ini, tampak gejala ketidakadaan pemimpin politik. Pemimpin yang dibutuhkan adalah yang mampu mengkonsolidasikan, mengorientasikan, dan mengartikulasikan arah politik yang hendak dituju/dicapai. Pemimpin politik Papua itu bisa menjadi representasi kehendak politik dan pemersatu dari kelompok-kelompok politik yang ada di Papua. Selain itu ada yang bisa menjadi elit pemerintah, baik di daerah maupun pusat, untuk bernegosiasi dan kesepakatan politik dengan gagasan-gagasan baru.
      Oleh karena itu, pemimpin politik "ala big men" (pria berwibawa) yang berdiri secara tunggal, seperti yang dikenal secara tradisional oleh suku-suku di daerah pegunungan, tidak relevan lagi menghadapi tantangan baru di Papua. Begitu pula dengan tipe kepemimpinan cara (raja-raja) "feodal" yang dikenal oleh suku di wilayah pantai selatan di bagian barat dan pantai utara, Papua.
     Terobosan dan harapan baru di Papua akan bisa berkecambah jika tersedia alamat bagi pemerintah pusat bernegosiasi dan ada pihak di Papua yang menjaga proses dan hasil negosiasi itu. Artinya, pemimpin politik adalah negosiator Papua yang legitimasi nya kuat dan berpikir dalam ruang spasial regional serta geopolitik nasional dan internasional.
       Negara harus memberikan ruang bagi pemimpin- pemimpin politik di Papua untuk tumbuh dan berkonsolidasi. Sebab, situasi tanpa pemimpin, seperti yang terjadi saat ini, dalam jangka panjang jauh lebih menjulitkan dan merugikan masyarakat Papua.
       Idealnya, bagi seorang pemimpin politik itu dituntut untuk mampu memanfaatkan berbagai sumber daya politik dalam rangka optimalisasi kepentingan dan tujuan-tujuan politiknya. Oleh karena itu, secara internal maupun eksternal, seorang pemimpin politik dituntut untuk mampu berkomunikasi atau mengkomunikasikan kepentingan dan tujuan politik tersebut secara tepat dan efektif. 
        Salah satu hal yang harus dimiliki oleh aktivis politik adalah kemampuan untuk meyakinkan pihak lain, sebagai bagian dari komunikasi politik secara luas. Politik itu memang seni. Seni meyakinkan atau mempersuasi pihak lain, amat terkait dengan seberapa jauh cara dan teknik lobi politik dimiliki atau diimplementasikan secara tepat dan efisien. Tanpa adanya kemampuan lobi politik secara profesional dan kualitas, maka sebuah pemerintah atau para aktivis politik yang memiliki kepentingan politik tertentu, akan terjebak pada suatu kondisi stagnasi bahkan marjinalisasi politik.

Politisi Bukan Profesi? 

      Konteks ini, politisi memang bukan profesi. Tetapi ia adalah orang yang terpanggil untuk berpolitik, dan politiknya adalah untuk kesejahteraan. Idealnya begitu. Tapi sayang kita kadang keliru melihat politik sebagai sesuatu amat pragmatis, dimana politisi sekedar dimaknai sebagai semata pekerjaan-pekerjaan dibidang politik! 
        Dengan demikian apa yang dikatakan, Deliar Noer bahwa, "politik adalah segala aktivitas atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan dan yang bermaksud untuk mempengaruhi, jalan mengubah atau mempertahankan, suatu macam bentuk susunan masyarakat". Makanya, begitu keran keterbukaan politik terbuka, berlomba-lomba orang "mencari pekerjaan" sebagai politisi. Ironisnya bukan panggilan mulia yang menjadi motif penggerak, tetapi lebih ke motif pragmatis, sampai -sampai pernah ada politisi yang berujar "kalau mau kaya, jadilah politisi!" Betapa berpolitik telah diredukasi semata-mata untuk mengejar kekayaan dan perlindungan diri.
          Menjadi politisi seharusnya didasari keterpanggilan. Itulah yang menyebabkan seorang pengusaha, seperti Ahok berkiprah didunia politik. Juga Megawati yang ibu rumah tangga, Wiranto, SBY atau Prabowo yang tentara. Adburrahman wahid yang aktivis ormas dan LSM, hingga Jussuf Kalla yang saudagar. Kalau para politisi berlatar belakang berbeda-beda itu berada dalam puncak kekuasaan, perilaku dan kebijaksanaan lah yang akan dinilai masyarakat.
     Politisi itu pengabdi. Artinya, dari sini kita harus diakui, secara umum ada keunggulan sarjana dibanding dengan yang bukan, tetapi bukan berarti menghadapkan kepintaran versus kebodohan. Namun, hanya karena berpolitik merupakan hak setiap orang (warga negara). Jadi, dunia politik ialah dunia yang terbuka bagi berbagai macam profesi, mengingat politik adalah panggilan. Politisi itu bukan profesi yang orientasinya menumpuk uang dan kekuasaan. Menjadi politisi yang "berkuasa" adalah tujuan antara untuk mensejahtrakan rakyat.   
       Tetapi kalau politisi yang sedang berkuasa, maka ia harus mampu memainkan peran yang baik dalam fungsi demokrasi yang disebut "check and balances" (saling mengawasi). Memang tujuan politik adalah kekuasaan, tetapi ingat kekuasaan adalah "tujuan antara" saja. Kita kwatir kemudian kecenderungan yang berkembang adalah menjadikan kekuasaan sebagai tujuan utama. Partai lantas menjadi sarang para oligarkhis, yang secara korporatis menjadi mesin pelindung para penyamun dan mengembangbiak  para nepotis.
     Akhir kata penulis pinjam dari kutipan Lao Tzu, pernah berkata "Seorang pemimpin yang terbaik adalah ketika orang hampir tidak tahu dia ada, saat pekerjaannya dilakukan, tujuannya pun terpenuhi, ia akan mengatakan: kita melakukan nya bersama-sama."
      Harapan itu pun pada Pilgub Papua 2018 mendatang, semoga masyarakat memilih pemimpin politik yang mampu mengabdi kepada masyarakat nya dan bukan sebatas pemimpin politik biasa atau politisi profesi sebagai tujuan personal semata lalu terabaikan tujuan politiknya sebagai suatu pekerjaan panggilan. Begitu Semoga!
 Kampus UNAS Jakarta, 01 Juli 2017

RAKYAT PAPUA, KELUH KESAH


Rakyat Papua, Keluh Kesah
Oleh: Maiton Gurik, S.I.Kom

 Rakyat Papua keluh kesah atas kegagalan implementasi kebijakan, program, Perda/Perdasus, proyek semakin sering terdengar macet (ditengah jalan), dugaan korupsi masih yang banyak belum tuntas mulai dari para penyelenggara pemerintah, gubernur, bupati/walikota, DPR dan sampai kepala desa.
Konon gubernur berkeluh kesah karena petunjuk, pengarahan bahkan instruksinya belum dilaksanakan para SKPD nya. Para pembantunya itu punya loyalitas ganda, bahkan bisa jadi multi loyalitas parpol dan sponsor lain yang “ikut menjaga keamanan posisinya”. Para SKPD mengeluhkan bawahan yang tidak loyal. Kabarnya pejabat juga berkeluh kesah tentang banyaknya proposal minta sumbangan dari OKP, LSM, Ormas bahkan masyarakat hukum.
Para pemerhati pembangunan mengeluh karena kekuasaan politik dinasti. Kekuasaan politiknya kadang mencari keluarga pada posisi-posisi terpenting, bukan mencari kualitasnya orangn. Ada juga pejabat yang mengeluh hasil sampingannya tidak sebanyak rekannya. Demikian semua pejabat sampai kepala desa kompak berkeluh kesah dengan nyayian yang kurang lebih sama yaitu kurangnya SDM yang mumpuni, anggaran yang cekak, dan reformasi yang melahirkan aparat birokrasi yang kurang displin dan loyal berani melawan atasannya.
Lalu rakyat yang sudah bayar pajak hasil jualan pinang maupun belum, yang hidupnya susah harus berkeluh kesah kemana lagi? Bahkan sudah menjadi rahasia umum aparat birokrasi sering berkeluh kesah pada rakyat yang terpaksa harus atau sedang beberurusan dengan birokrasi, karena gajinya kurang, tidak ada biaya operasional, dan lain-lain. Rakyat yang ingin berkeluh kesah terpaksa menerima keluh kesah.
Rakyat yang berkeluh kesah menghadapi kenaikan harga barang dan pungutan di sekolah masih bahal dan liar. Pedagang besar sampai penjual pinang mengeluh susahnya cari duit sekarang ini sementara pungutan pajak, restribusi uang keamanan sampai pungli dijalanan meningkat tanpa kena belas kasihan.
Guru dan TNI/POLRI berkeluh kesah karena kecilnya gaji, honor dan uang lauk pauk. Nelayan (pesisir) sudah lama mengeluh tidak melaut karena mahalnya harga solar naik turun. Masyarakat (gunung) keluh kesah karena tiap hari harus naik pesawat, terbang sana-sini. Keluh kesah juga karena biaya tiket pesawat yang cukup mahal dan sering naik turun.
Petani mengeluh karena langka dan jarak dari rumah ke pasar, banjir, hama, kekeringan, dan turunya harga gabah saat panen. Sopir dan abang becak berkeluh kesah sepi penumpang. Buruh berkeluh kesah atas rendahnya upah. Pencari kerja putus asa karena sulitnya lowongan kerja. Pencari HAM/keadilan/kemanusiaan sering berputus asa harus berhadapan dengan para aparat kepolisian yang mata duitan, yang terkenal dengan mafia peradilan.
KPK mengeluh karena banyaknya dugaan kasus korup yang harus ditanggani, BPK juga mengeluh karena hasil–hasil temuannya ditindaklanjuti. Pejabat pemerintah mengeluh karena sering dipanggil DPR. Lucunya DPR berkeluh kesah karena padatnya rapat-rapat sampai larut malam, sementara paling tidak kata sebagian nya honorarium nya tidak memadai. Rakyat juga mengeluh karena DPR kurang memperjuangkan nasib rakyat dan ruang sidangnya sering kosong.
Anehnya makhluk Sang Pencipta lainnya yaitu binatang, diyakini mengeluh karena diburu dan lahan nya dirusak manusia tanpa perikemanusiaan apalagi perikebinatangan. Tumbuhan juga berkeluh kesah dibantai, sehingga hutan, gunung, dan laut marah dengan banjir, kekeringan, longsor, tsunami dan gempa. Bagaimana dengan makhluk Sang Pencipta lainnya seperti malaikat dan setan. Konon mereka juga mengeluh karena para malaikat sudah jarang mencacat kebaikan manusia, sementara setan juga menganggur karena manusia sudah piawai, tak perlu di ajari lagi. Bahaya kalau begini!
Meski demikian meratanya keluh kesah di negeri cenderawsih ini, Gubernur, DPRP, MRP Bupati dan Walikota “optimis” akan masa depan negerinya. Semoga!
Kampus UNAS Jakarta, 04 Juli 2017

Rabu, 28 Juni 2017

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2017

Rancangan Awal
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Tahun 2005 – 2025

A. Pengantar

     Sesuai dengan pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional disusun sebagai penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan nasional.

     Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia telah mengisi kemerdekaan selama 60 tahun sejak Proklamasi 17 Agustus 1945. Berbagai pengalaman berharga didapatkan selama mengisi kemerdekaan tersebut. Pengalaman tersebut menjadi pelajaran yang berharga dalam melangkah ke depan. Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005 – 2025 merupakan kelanjutan dan pembaharuan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Rencana Pembangunan Jangka Panjang diarahkan untuk mempercepat pencapaian tujuan pembangunan tersebut.

     Dalam 20 tahun mendatang, bangsa Indonesia akan melakukan penataan kembali kelembagaan dan sekaligus membangun Indonesia bagi kemajuan bangsa untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain.

B. Kondisi Umum
1.    Dalam 20 tahun mendatang, Indonesia akan menghadapi persaingan dan ketidakpastian global yang makin meningkat, jumlah penduduk yang makin banyak, dan dinamika masyarakat yang makin beraneka ragam. Untuk mewujudkan Visi Pembangunan Nasional, perlu diteruskan hasil-hasil pembangunan yang sudah dicapai, permasalahan yang sedang dihadapi dan tantangannya ke depan ke dalam suatu konsep pembangunan jangka panjang, yang mencakup berbagai aspek penting kehidupan berbangsa dan bernegara, yang akan menuntun proses menuju tatanan kehidupan masyarakat dan taraf pembangunan yang hendak dicapai.

2.    Upaya untuk mempertahankan kemerdekaan serta ancaman perpecahan akibat pergolakan politik yang terjadi di berbagai daerah mengakibatkan kondisi perekonomian nasional di awal-awal kemerdekaan terbengkalai. Berbagai upaya pembangunan yang dilakukan untuk mengisi kemerdekaan pada masa itu lebih banyak dipusatkan pada pemantapan kerangka institusi kenegaraan serta pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa. Situasi politik pada masa itu mengakibatkan pembangunan ekonomi berjalan lambat. Berbagai rencana pembangunan tidak berjalan dengan baik. Kemampuan untuk membiayai pembangunan sangat terbatas akibat skala perekonomian yang kecil sehingga potensi penerimaan negara rendah. Defisit anggaran ditutup dengan pencetakan uang sehingga mendorong laju inflasi yang tinggi. Pada paruh pertama tahun 60an, keadaan ekonomi semakin memburuk dengan memanasnya gejolak politik dalam negeri. Sampai pertengahan tahun 60an, perekonomian praktis lumpuh. Sebagian besar rakyat tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya karena kelangkaan persediaan beras dan kebutuhan pokok lainnya. Sumber keuangan dalam negeri sangat terbatas sehingga tidak mampu menyediakan devisa untuk membiayai impor kebutuhan pokok dari luar negeri.

3. Penekanan akan perlunya pembangunan ekonomi untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat muncul pada awal paruh kedua tahun 60-an. Pada tahun 1966 penataan sistem perekonomian dicanangkan melalui Program Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi. Sampai dengan pertengahan tahun 90an, berbagai kemajuan ekonomi telah dicapai. Kebutuhan pokok masyarakat tercukupi dan swasembada pangan beras terwujud pada tahun 1984. Perekonomian tumbuh baik dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi dan stabilitas ekonomi dapat terjaga. Peningkatan kesejahteraan masyarakat secara nyata dapat ditunjukkan antara lain melalui peningkatan pendapatan perkapita sekitar sepuluh kali lipat, menurunnya secara drastis jumlah penduduk miskin, serta tersedianya lapangan kerja yang memadai bagi rakyat.

4. Pertumbuhan ekonomi yang pesat mendorong penyediaan berbagai sarana dan prasarana perekonomian penting yang dibutuhkan untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Secara bertahap, struktur ekonomi berubah dari yang semula didominasi oleh pertanian tradisional ke arah kegiatan ekonomi lebih modern dengan penggerak sektor industri. Ekspor nonmigas yang menunjukkan peningkatan kemampuan untuk menghasilkan produk dan daya saing produk Indonesia terhadap produk negara lain meningkat pesat. Bahkan dalam paruh kedua 80-an, terjadi perubahan struktur ekspor dari yang semula didominasi oleh ekspor migas menjadi ekspor yang di dominasi oleh ekspor nonmigas.

5.   Periode pelaksanaan pembangunan jangka panjang pertama berakhir pada tahun 1993. Untuk melanjutkan keberhasilan pembangunan jangka panjang pertama dan sekaligus mempertahankan momentum pembangunan yang ada, dirumuskan rencana pembangunan jangka panjang kedua. Upaya perwujudan sasaran pembangunan jangka panjang kedua tersebut terhenti akibat krisis ekonomi yang melumpuhkan perekonomian nasional pada tahun 1997. Krisis yang dimulai di Thailand tersebut menunjukkan bahwa fundamental ekonomi negara-negara di Asia Tenggara belum cukup kuat menahan gejolak eksternal. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada periode sebelumnya lebih banyak didorong oleh peningkatan akumulasi modal dan tenaga kerja, dan bukan oleh peningkatan produktivitas perekonomian secara berkelanjutan. Selain itu, krisis ekonomi juga menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi selama ini tidak disertai dengan peningkatan efisiensi kelembagaan ekonomi  dan banyaknya praktik ekonomi biaya tinggi yang telah menurunkan kepercayaan pelaku baik dalam maupun luar negeri. Perekonomian nasional masih rentan, tidak saja terhadap gejolak eksternal, tetapi juga terhadap gejolak di dalam negeri.

6.    Krisis ekonomi berdampak pada menurunnya kualitas infrastruktur terutama prasarana jalan dan perkeretaapian yang kondisinya sangat memprihatinkan. Sekitar 39 persen total panjang jalan diantaranya mengalami kerusakan ringan dan berat serta hanya sekitar 62 persen jalan kereta api yang masih dioperasikan. Peran armada nasional menurun baik untuk angkutan domestik maupun internasional sehingga pada tahun 2003 masing-masing hanya mampu memenuhi 53 persen dan 3 persen, walaupun sesuai konvensi internasional yang berlaku pangsa pasar armada nasional 40 persen untuk muatan ekspor-impor dan 100 persen untuk angkutan domestik. Sedangkan untuk angkutan udara, perusahaan penerbangan relatif mampu menyediakan pelayanan yang terjangkau. Disamping masalah yang disebabkan oleh krisis ekonomi, pembangunan prasarana jalan dan perkeretaapian mengalami kendala sejak pelaksanaan desentralisasi yang berpengaruh pada pembiayaan pembangunan, operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana transportasi. Hal ini karena terbatasnya dana pemerintah dan peraturan perundang-undangan yang masih tumpang tindih.

7.    Penggunaan energi di Indonesia meningkat cukup pesat sejalan dengan perbaikan ekonomi setelah krisis. Walaupun berbagai upaya restrukturisasi dan reformasi kelembagaan terus dilaksanakan, kenaikan konsumsi energi masih lebih tinggi dibandingkan dengan penyediannya. Meskipun mengalami pergeseran dari sumber energi yang berasal dari bahan bakar minyak ke gas alam dan batu bara, pola konsumsi energi masih menunjukkan ketergantungan pada sumber energi tak terbarukan. Potensi  energi dan sumber daya mineral yang sampai saat ini telah diketahui dan terbukti adalah: minyak 86,9 miliar barel, gas 384,7 TCF, batubara  50 miliar ton, dan panas bumi sekitar 27 GWatt. Cadangan terbukti minyak bumi Indonesia berjumlah 5,8 miliar barel dengan tingkat produksi 500 juta barel per tahun. Sementara itu cadangan terbukti gas bumi sekitar 90 TCF dengan tingkat produksi sekitar 3 TCF. Sedangkan cadangan terbukti batubara sekitar 5 miliar ton dengan produksi mencapai 100 juta ton setiap tahunnya. Dengan demikian, perlu upaya untuk mengembangkan sumber energi terbarukan (mikro hidro, biomassa, biogas, gambut, energi matahari, arus laut, dan tenaga angin) sehingga di masa mendatang bangsa Indonesia tidak akan mengalami kekurangan pasokan energi. Selain itu, dengan dimungkinkannya pembangunan pembangkit tenaga nuklir di Indonesia, pencarian mineral radio aktif  di dalam negeri perlu ditingkatkan. Kegiatan ekonomi yang meningkat akan membutuhkan penyediaan energi yang makin besar. Dalam kaitan itu, tantangan utama dalam pembangunan energi adalah meningkatkan kemampuan produksi minyak dan gas bumi yang sekaligus memperbesar penerimaan devisa; memperbanyak infrastruktur energi untuk memudahkan penyampaian energi kepada konsumen baik industri maupun rumah tangga; serta mengurangi secara signifikan ketergantungan terhadap minyak dan meningkatkan kontribusi gas, batubara, serta energi terbarukan lainnya dalam penggunaan energi secara nasional.

8.    Pembangunan ketenagalistrikan yang telah dilakukan sekitar tiga dekade sebelum krisis telah memberi sumbangan yang berarti dalam pembangunan di berbagai bidang. Namun sampai saat ini beberapa permasalahan pokok masih dihadapi. Pertama, kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan tenaga listrik. Dengan terjadinya krisis multidimensi kurun waktu sekitar tahun 1997-2000, kemampuan investasi dan pengelolaan penyediaan tenaga listrik menurun yang berakibat pada terganggunya kesinambungan penyediaan tenaga listrik serta kehandalan sistemnya termasuk untuk listrik perdesaan. Kedua, lemahnya efektivitas dan efisiensi. Dalam satu dasawarsa terakhir tingkat losses masih berada pada kisaran 11-15 persen, baik yang bersifat teknis maupun non teknis termasuk hal-hal yang terkait dengan lemahnya good governance, lemahnya penanganan pencurian listrik, serta intervensi politik sangat kuat mempengaruhi pengelolaan korporat Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalisrikan (PKUK) yang masih bersifat monopolistik. Ketiga, ketergantungan pada pembangkit listrik berbahan bakar minyak sebagai akibat dari berlimpahnya cadangan BBM Indonesia dalam tiga dasawarsa terakhir. Keempat, pengembangan sistem ketenagalistrikan nasional sebagian besar masih didominasi peralatan dan material penunjang yang di impor sehingga nilai tambah sektor ketenagalistrikan nasional dalam negeri diperkirakan masih relatif kecil.

9.    Tantangan sektor ketenagalistrikan yang dihadapi meliputi luasnya wilayah Indonesia yang berbentuk kepulauan dengan densitas penduduk yang bervariasi yang mempengaruhi tingkat kesulitan pengembangan sistem kelistrikan yang optimal; potensi cadangan energi primer yang cukup besar namun lokasinya sebagian besar jauh dari pusat beban dengan infrastruktur pendukung yang masih sangat terbatas; keterbatasan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta budaya usaha di bidang ketenagalistrikan; pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik yang cukup tinggi setiap tahun; daya beli masyarakat yang masih rendah dan relatif tidak merata; citra politik, ekonomi dan moneter yang belum mendukung untuk menarik investasi swasta di bidang kelistrikan; serta regulasi investasi kelistrikan yang belum tertata dengan baik.

10. Dalam era globalisasi, informasi mempunyai nilai ekonomi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mewujudkan daya saing suatu bangsa sehingga mutlak diperlukan suatu kemampuan untuk mengakses informasi. Beberapa masalah yang dihadapi antara lain: terbatasnya ketersediaan infrastruktur telematika yang sampai saat ini penyediaan infrastruktur telematika belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat; tidak meratanya penyebaran infrastruktur telematika dengan konsentrasi yang lebih besar di wilayah barat Indonesia, yaitu sekitar 86 persen di Pulau Jawa dan Sumatera, dan daerah perkotaan; terbatasnya kemampuan pembiayaan penyedia infrastruktur telematika dengan belum berkembangnya sumber pembiayaan lain untuk mendanai pembangunan infrastruktur telematika seperti kerjasama pemerintah-swasta, pemerintah-masyarakat, serta swasta-masyarakat; dan kurang optimalnya pemanfataan infrastruktur alternatif lainnya yang dapat dimanfaatkan dalam mendorong tingkat penetrasi layanan telematika. Rendahnya kemampuan masyarakat Indonesia untuk mengakses informasi pada akhirnya menimbulkan kesenjangan digital dengan negara lain. Dalam kaitan itu, perlu segera dilakukan berbagai perbaikan dan perubahan untuk meningkatkan kesiapan dan kemampuan bangsa dalam menghadapi persaingan global yang makin ketat.

11. Kegagalan dalam melaksanakan pembangunan jangka panjang kedua tersebut mendorong disusunnya kembali langkah-langkah pembangunan yang baru. Krisis ekonomi Indonesia menuntut ketahanan perekonomian yang lebih kuat agar berdaya saing dan berdaya tahan tinggi. Berbagai permasalahan dan tantangan yang muncul pada saat dan pasca krisis 1997 terutama dengan meningkatnya utang pemerintah yang memerlukan pengelolaan jangka panjang yang tepat dengan tetap menjaga terwujudnya keberlanjutan fiskal, peningkatan disiplin pergaulan perekonomian global yang semakin tinggi serta mengarah pada ketidakpastian akhir-akhir ini, menjadi dasar utama perumusan arah kebijakan dan prioritas yang harus diambil dalam jangka panjang.

12. Beberapa kemajuan dicapai dalam pembangunan daerah. Dari sisi politis penerapan desentralisasi dan otonomi daerah, serta pemekaran provinsi dan kabupaten/kota telah memberikan ruang gerak kepada masyarakat di daerah untuk mempercepat pembangunan daerah. Disamping itu kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di seluruh wilayah Indonesia telah mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut antara lain tercermin dari meningkatnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB); berkurangnya pengangguran; meningkatnya akses masyarakat kepada jaringan infrastruktur (khususnya transportasi dan telekomunikasi) maupun fasilitas pendidikan dan kesehatan. Namun demikian peningkatan kondisi sosial dan ekonomi tersebut relatif tidak merata dan sangat bervariasi antara daerah yang satu dengan yang lain.

13. Selain itu kebijakan pembangunan nasional yang selama ini kurang memberikan perhatian yang memadai pada kesenjangan juga menimbulkan beberapa ekses negatif terhadap pembangunan daerah, antara lain: menumpuknya kegiatan ekonomi di daerah tertentu saja, seperti terkonsentrasinya industri manufaktur di kota-kota besar di Pulau Jawa; terjadinya pertumbuhan kota-kota metropolitan dan besar yang tidak terkendali yang mengakibatkan turunnya kualitas lingkungan perkotaan; melebarnya kesenjangan pembangunan antara daerah perkotaan dan perdesaan; meningkatnya kesenjangan pendapatan perkapita; masih banyaknya daerah-daerah miskin, tinggi pengangguran, serta rendah produktivitas; kurangnya keterkaitan kegiatan pembangunan antar wilayah; kurang adanya keterkaitan kegiatan pembangunan antara perkotaan dengan perdesaan; tingginya konversi lahan pertanian ke nonpertanian di Pulau Jawa; serta terabaikannya pembangunan daerah perbatasan, pesisir, dan kepulauan.

14. Berbagai ekses negatif tersebut, secara bersama-sama membentuk sebuah isu permasalahan yang sentral bagi pembangunan daerah, yaitu tingginya kesenjangan pembangunan antar daerah. Pengurangan kesenjangan pembangunan antar daerah perlu dilakukan tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia, tetapi juga untuk menjaga stabilitas dan kesatuan nasional. Tujuan penting dan mendasar yang akan dicapai untuk mengurangi kesenjangan antar daerah adalah bukan untuk memeratakan pembangunan fisik di setiap daerah, tetapi yang paling utama adalah pengurangan kesenjangan  kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat antar daerah.

15. Sementara itu, dari sisi eksternal secara pasti persaingan global akan semakin kuat berpengaruh pada pembangunan nasional pada masa yang akan datang. Perekonomian nasional akan menjadi lebih terbuka yang secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap perkembangan daerah-daerah di Indonesia. Sejak tahun 2003, AFTA telah diberlakukan secara bertahap di lingkup negara-negara ASEAN, dan perdagangan bebas akan berlangsung sepenuhnya mulai tahun 2008. Selanjutnya mulai tahun 2010 perdagangan bebas di seluruh wilayah Asia Pasifik akan dilaksanakan. Dalam kaitan itu, tantangan bagi daerah-daerah adalah menyiapkan diri menghadapi globalisasi perekonomian untuk mendapatkan keuntungan secara maksimal sekaligus mengurangi kerugian dari persaingan global melalui  pengelolaan sumberdaya yang efisien dan efektif. Oleh karena itu identifikasi kekuatan, kelemahan, ancaman, dan peluang yang dimiliki oleh masing-masing daerah sangat penting dilakukan berdasarkan potensi dan peluang yang dapat dimanfaatkan agar setiap daerah dapat memanfaatkan keunggulan yang terdapat di masing-masing daerah; dan keunggulan yang tersebar di beberapa wilayah tersebut dimanfaatkan untuk membawa bangsa Indonesia secara keseluruhan menjadi bangsa yang maju, adil, dan makmur.

16. Sumber daya alam memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pembangunan dan sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan. Peranan sumber daya alam dapat dilihat dari sumbangannya terhadap PDB yang pada tahun 2002 mencapai 24,8 persen dan penyerapan tenaga kerja mencapai 48 persen. Namun, di lain pihak keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan sehingga daya dukung lingkungan menurun dan ketersediaan sumber daya alam menipis. Dalam 20 tahun mendatang diperkirakan Indonesia akan mengalami krisis air, krisis pangan, dan krisis energi.  Ketiga ancaman krisis ini menjadi tantangan nasional jangka panjang yang harus diantisipasi secara dini agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi kehidupan masyarakat dan bangsa.

17. Ancaman krisis air disebabkan oleh memburuknya kondisi hutan akibat deforestasi yang meningkat pesat, yaitu dari 1,6 juta hektar pada periode 1985-1997 menjadi 2,1 juta hektar pada periode 1997–2001. Deforestasi ini disebabkan oleh peralihan fungsi kawasan hutan menjadi pemukiman, perkebunan, perindustrian, dan pertambangan; terjadinya kebakaran hutan; serta makin meningkatnya illegal logging. Berkurangnya kawasan hutan selanjutnya menyebabkan terganggunya kondisi tata air. Gejala ini terlihat dari berkurangnya ketersediaan air tanah terutama di daerah perkotaan, turunnya debit air waduk dan sungai pada musim kemarau yang mengancam pasokan air untuk pertanian dan pengoperasian pembangkit listrik tenaga air (PLTA), membesarnya aliran permukaan yang mengakibatkan meningkatnya ancaman bencana banjir pada musim penghujan. Sementara itu, laju kebutuhan air terus bertambah diperkirakan rata-rata sebesar 10 persen per tahun. Berkurangnya luas hutan juga berdampak pada berkurangnya keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya, yang mempunyai potensi untuk pengembangan jasa-jasa lingkungan dan diversifikasi pangan.

18. Ketersediaan pangan semakin terbatas yang disebabkan oleh semakin meningkatnya konversi lahan sawah dan lahan pertanian produktif lainnya, rendahnya peningkatan produktivitas hasil pertanian, buruknya kondisi jaringan irigasi dan prasarana irigasi di lahan produksi. Peningkatan produksi pangan hanya terjadi di pulau Jawa, dan dalam kurun waktu 1995-2002 rata-rata produktivitas nasional hanya meningkat 80 kg per hektar. Dari luas lahan baku sawah sekitar 8,4 juta hektar, pada kurun waktu 1992-2000 luas tersebut turun sekitar 500 ribu hektar, yaitu dari 8,3 juta hektar menjadi 7,8 juta hektar. Kondisi pasokan air bagi lahan beririgasi semakin terbatas karena menurunnya kemampuan penyediaan air di waduk-waduk yang menjadi andalan pasokan air. Sementara itu, daya saing produk pertanian dalam negeri masih rendah dibandingkan dengan produk luar negeri sehingga pasar produk pertanian dalam negeri dibanjiri dengan produk impor. Dilihat dari aspek konsumsi pangan, ketergantungan pada konsumsi beras masih tinggi sehingga tekanan terhadap produksi padi semakin tinggi pula. Ke depan perlu didorong diversifikasi konsumsi pangan dengan mutu gizi yang semakin meningkat berbasiskan konsumsi pangan hewani, buah, dan sayuran. Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga masih rentan yang disebabkan sistem distribusi yang kurang efisien untuk menjamin ketersediaan pangan antar waktu dan antar wilayah.

19. Kasus-kasus pencemaran lingkungan cenderung meningkat. Hal ini disebabkan oleh laju pertumbuhan penduduk yang terkonsentrasi di wilayah perkotaan, perubahan gaya hidup yang konsumtif, serta rendahnya kesadaran masyarakat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan. Sungai-sungai di perkotaan tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. Kondisi tanah semakin tercemar oleh bahan kimia baik dari sampah padat maupun pupuk. Masalah pencemaran ini disebabkan juga oleh rendahnya kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat dengan kualitas lingkungan yang baik. Kondisi di atas menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya ketidakseimbangan sistem lingkungan secara keseluruhan dalam menyangga kehidupan manusia, dan keberlanjutan pembangunan dalam jangka panjang. Selain itu, perubahan iklim (climate change) dan pemanasan global (global warming) akan mempengaruhi kondisi lingkungan di Indonesia. Oleh karena itu adaptasi terhadap perubahan iklim tersebut mutlak dilakukan, khususnya yang terkait dengan strategi pembangunan sektor kesehatan, pertanian, permukiman, dan tata ruang. Di lain pihak, isu perubahan iklim memberi peluang tersendiri bagi Indonesia, di mana negara-negara industri maju dapat ‘menurunkan emisinya’ melalui kompensasi berupa investasi proyek Clean Development Mechanism (CDM) di negara berkembang seperti Indonesia.

20. Selain tantangan krisis di atas, hal lain yang menjadi tantangan ke depan adalah berkaitan dengan pengembangan nilai tambah sumber daya alam dan penggalian sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru agar memiliki daya saing global dalam jangka panjang. Salah satu sumber pertumbuhan ekonomi baru yang mempunyai peluang untuk dikembangkan adalah sumber daya kelautan. Berbeda dengan sumber daya alam lain seperti pertanian, kehutanan, dan pertambangan yang dibatasi oleh wilayah kedaulatan negara, bidang kelautan memungkinkan negara untuk memiliki hak pengelolaan di wilayah zona tambahan, yaitu Zona Ekonomi Eklusif Indonesia (ZEEI) yang jaraknya sampai 200 mil dari laut. Bidang kelautan yang mencakup perhubungan laut, perikanan, pariwisata, pertambangan, industri maritim, bangunan laut, dan jasa kelautan; harus dipersiapkan sebagai tumpuan masa depan bangsa. Kontribusi bidang kelautan terhadap perekonomian nasional cukup signifikan yaitu sebesar 23,1 persen pada tahun 2003,  yang merupakan urutan kedua setelah jasa-jasa. Bahkan laporan Bank Dunia tahun 2003 dalam Indonesia Beyond Macro Economic Stability menggaris-bawahi bahwa daya saing industri saat ini telah bergeser ke arah industri berbasis kelautan. Oleh karena itu dalam jangka panjang diperlukan arahan kebijakan yang mendukung bidang kelautan ini, baik dukungan keputusan politik maupun pemihakan yang nyata dari seluruh pemangku kepentingan.  Mengingat besarnya cakupan bidang kelautan dan prospek yang sangat luas maka kebijakan yang diperlukan tidak bersifat sektoral, namun multisektoral karena keterkaitan antar sektor yang sangat tinggi.

21. Keanekaragaman hayati (biodiversity) Indonesia merupakan terbesar kedua di dunia, dan khusus laut terbesar di dunia. Ini merupakan aset potensial yang dapat menjadi bahan baku untuk pengembangan industri berbasis bioteknologi dan cadangan pangan di masa yang akan datang. Agar kekayaan keanekaragaman hayati ini dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh bangsa Indonesia, perlu upaya khusus ke arah pematenan (Hak atas Kekayaan Intelektual/HAKI) sehingga royaltinya dapat dinikmati baik oleh generasi sekarang maupun mendatang. Namun, terus pula waspada mengingat keanekaragaman hayati Indonesia juga terus mengalami kemerosotan karena cara-cara dan perilaku masyarakat dan budaya yang keragamannya juga sangat tinggi di Indonesia.  

22. Sumber daya manusia (SDM) merupakan subyek dan sekaligus obyek pembangunan, mencakup seluruh siklus hidup manusia sejak kandungan hinggá akhir hidup. Pembangunan SDM dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu kualitas, kuantitas, dan mobilitas penduduk. Kualitas SDM membaik yang antara lain ditandai dengan meningkatnya status kesehatan dan taraf pendidikan masyarakat. Namun demikian, kualitas SDM Indonesia dilihat dari Indeks Pembangunan Manuasia (IPM), masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga ASEAN. Rendahnya kualitas SDM Indonesia menyebabkan rendahnya produktivitas dan daya saing dalam berkompetisi dan merupakan tantangan besar yang harus dihadapi dalam 20 tahun mendatang.

23. Peningkatan status kesehatan dapat dilihat dari usia harapan hidup yang meningkat dari 61,5 tahun (1990) menjadi 66,2 tahun (2002); angka kematian bayi menurun dari 61,8 (1990) menjadi  35 per 1.000 kelahiran hidup (2002) dan angka kematian ibu menurun dari 390 (1994) menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup (2000). Angka kurang gizi pada balita juga menurun dari 37,5 persen (1990) menjadi 24,6 persen (2000). Dalam 20 tahun mendatang, beberapa tantangan yang dihadapi adalah masih tingginya angka kematian bayi, balita, dan ibu melahirkan, serta tingginya proporsi balita kurang gizi. Kesenjangan status kesehatan dan akses terhadap pelayanan kesehatan antar wilayah, gender, dan kelompok pendapatan masih terjadi. Ketersediaan, keterjangkauan dan keamanan obat belum terjamin, sementara jumlah, penyebaran, dan mutu tenaga kesehatan masih belum memadai. Dalam hal pembiayaan, sumber pembiayaan kesehatan masih sangat terbatas dan alokasi pembiayaan kesehatan belum optimal.

24. Sementara itu taraf pendidikan penduduk meningkat yang antara lain diukur dengan meningkatnya angka melek aksara penduduk usia 15 tahun ke atas dari 81,5 persen pada tahun 1990 menjadi 89,9 persen pada tahun 2003. Dalam kurun waktu yang sama jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang telah menamatkan pendidikan jenjang SMP/MTs ke atas meningkat dari 26,0 persen menjadi 45,8 persen. Perbaikan tingkat pendidikan tersebut didorong oleh meningkatnya angka partisipasi sekolah (APS) atau persentasi penduduk yang bersekolah pada semua kelompok usia. Pada tahun 2003, APS penduduk usia 7-12 tahun mencapai 96,4 persen, APS penduduk usia 13-15 tahun sebesar 81,0 persen, dan APS penduduk usia 16-18 tahun sebesar 51,0 persen. Kondisi tersebut belum memadai untuk menghadapi persaingan global. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi pembangunan pendidikan adalah meningkatkan proporsi penduduk yang menyelesaikan pendidikan dasar ke jenjang-jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan menurunkan penduduk buta aksara. Kesenjangan tingkat pendidikan yang cukup tinggi antarkelompok masyarakat termasuk antara penduduk kaya dan penduduk miskin, antara penduduk perkotaan dan perdesaan, antara penduduk di wilayah maju dan tertinggal, dan antar jenis kelamin yang harus dapat diturunkan secara signifikan. Tantangan lain yang dihadapi adalah meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan sehingga dapat mendorong pembangunan nasional secara menyeluruh termasuk dalam mengembangkan kebanggaan kebangsaan, akhlak mulia, kemampuan untuk hidup dalam masyarakat yang multikultur serta daya saing yaitu memiliki etos kerja tinggi, produktif, kreatif dan inovatif.

25. Kesadaran melaksanakan ibadah keagamaan berkembang dengan baik. Demikian pula telah tumbuh kesadaran yang kuat di kalangan pemuka agama untuk membangun harmoni sosial dan hubungan intern dan antarumat beragama yang aman, damai, dan saling menghargai. Meskipun demikian, peningkatan kesadaran tersebut tidak sepenuhnya menjamin kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Perilaku asusila, praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, penyalahgunaan narkoba, pornografi, pornoaksi, perjudian, tingginya angka perceraian dan ketidakharmonisan keluarga menunjukkan kesenjangan antara ajaran agama dengan pemahaman dan pengamalannya. Selanjutnya upaya membangun kerukunan intern dan antarumat beragama juga belum berhasil dengan baik terutama di tingkat masyarakat. Ajaran-ajaran agama mengenai etos kerja, penghargaan pada prestasi dan dorongan mencapai kemajuan belum bisa diwujudkan sebagai inspirasi yang mampu menggerakkan masyarakat untuk membangun. Demikian pula pesan-pesan moral agama belum sepenuhnya dapat duwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, akhlak mulia belum terinternalisasi dalam setiap individu.

26. Kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi sampai dengan tahun 2003 mengalami peningkatan. Jumlah paten sebagai produk litbang yang terdaftar di United States Patent and Trademark Office (USPTO) meningkat dari 18 (tahun 1985 – 1989) menjadi 199 (tahun 2003). Selain itu berbagai prototipe hasil penelitian dan pengembangan dihasilkan dan dimanfaatkan oleh pihak industri dan masyarakat. Publikasi ilmiah, meskipun masih sangat rendah dibandingkan dengan negara lain, terus meningkat. Ini mengindikasikan peningkatan kegiatan penelitian, transparansi ilmiah, dan aktivitas diseminasi hasil penelitian dan pengembangan. Kemampuan iptek nasional dalam menghadapi tantangan perkembangan global menuju ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy) masih rendah. Hal tersebut ditunjukkan melalui Indeks Pencapaian Teknologi (IPT) dalam laporan UNDP tahun 2001 dengan nilai 0,211 dan menempati urutan ke 60 dari 72 negara. Sementara itu, menurut WEF (World Economic Forum) tahun 2004, indeks daya saing pertumbuhan (growth competitiveness index) Indonesia hanya menduduki peringkat ke-72 dari 102 negara. Dalam indeks tersebut, teknologi merupakan salah satu parameter selain ekonomi makro dan institusi publik. Rendahnya kemampuan iptek nasional juga terlihat dari rendahnya kontribusi iptek di sektor produksi, belum optimalnya mekanisme intermediasi iptek, lemahnya sinergi kebijakan iptek dengan kebijakan sektor lain, belum berkembangnya budaya iptek di kalangan masyarakat, belum optimalnya peran iptek dalam mengatasi degradasi fungsi lingkungan, masih lemahnya peran iptek dalam mengantisipasi dan menanggulangi bencana alam, serta terbatasnya sumberdaya iptek, baik sumberdaya manusia maupun pembiayaan iptek. Tantangan pembangunan iptek dalam 20 tahun mendatang adalah meningkatkan kemampuan iptek nasional dalam menghadapi perkembangan global menuju ekonomi berbasis pengetahuan.

27. Kesejahteraan masyarakat dipengaruhi pula oleh jumlah penduduk. Laju pertumbuhan penduduk menurun dari 1,97 persen per tahun (1980-1990) menjadi 1,49 persen (1990-2000) terutama disebabkan oleh penurunan tingkat kelahiran. Menurut Sensus Penduduk 2000, penduduk Indonesia berjumlah 206,3 juta jiwa, hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 1971 yang baru berjumlah 119,2 juta jiwa. Sedangkan pola persebaran dan mobilitas penduduk hampir tidak berubah. Persentase penduduk yang mendiami pulau Jawa mencapai 59 persen (SP 2000), hanya menurun sedikit dibandingkan tahun 1980 yaitu 62 persen. Sementara itu, persentase penduduk daerah perkotaan meningkat cukup tinggi yaitu dari 22,3 persen (SP 1980) menjadi 42,0 persen (SP 2000).

28. Dalam 20 tahun mendatang, tantangan dalam pengendalian kuantitas dan laju pertumbuhan penduduk adalah menciptakan penduduk tumbuh seimbang sehingga terjadinya bonus demografi yang ditandai dengan penduduk usia produktif lebih besar dari penduduk usia non-produktif. Kondisi tersebut perlu dimanfaatkan secara optimal yang ditunjukkan dengan tingginya tingkat tabungan masyarakat yang dapat diinvestasikan untuk peningkatan kualitas SDM dan meningkatkan daya saing. Tantangan lainnya berkaitan dengan persebaran dan mobilitas penduduk. Jumlah penduduk yang semakin besar mengakibatkan kepadatan penduduk yang terus meningkat, yang justru terjadi di daerah yang telah padat penduduknya, terutama di pulau Jawa dan daerah perkotaan. Timpangnya persebaran dan kurang terarahnya mobilitas penduduk terkait erat dengan ketidakseimbangan persebaran sumber daya dan hasil pembangunan. Tantangan lainnya adalah belum tertatanya administrasi kependudukan secara nasional, yang menyangkut data kuantitas, kualitas, dan mobilitas penduduk.

29. Kualitas tenaga kerja Indonesia masih rendah yang ditunjukkan oleh rendahnya tingkat pendidikan angkatan kerja. Sebesar 56,7 persen (tahun 2003) tenaga kerja berpendidikan SD ke bawah. Angkatan kerja lulusan perguruan tinggi atau diploma ke atas hanya 4,6 persen. Tingkat pendidikan penduduk yang masih rendah, berpengaruh pula pada rendahnya daya serap atau adaptabilitas masyarakat terhadap teknologi, dan berdampak pada kurang berkembangnya teknologi sehingga kurang mendukung pertumbuhan ekonomi.

30. Pemberdayaan perempuan telah menunjukkan peningkatan yang ditandai dengan program-program pembangunan yang makin responsif gender serta peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak. Demikian pula partisipasi pemuda dalam pembangunan makin membaik seiring dengan budaya olahraga yang makin meluas di masyarakat. Kesejahteraan sosial masyarakat telah meningkat dengan adanya pemberdayaan, pelayanan rehabilitasi, perlindungan sosial Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).

31. Tantangan lain adalah berkaitan dengan peningkatan peran perempuan dalam pembangunan dengan masih rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan di berbagai bidang pembangunan, yang antara lain ditandai oleh rendahnya nilai IPG; tingginya tindak kekerasan terhadap perempuan; serta lemahnya kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender di tingkat nasional dan daerah. Tantangan lainnya adalah masih rendahnya kesejahteraan dan perlindungan anak di berbagai bidang pembangunan, kurang optimalnya partisipasi pemuda dalam pembangunan, masih rendahnya budaya dan prestasi olahraga, serta masih banyaknya permasalahan sosial akibat dari krisis, konflik sosial, bencana alam, dan gejala disintegrasi sosial.

32. Dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar rakyat untuk perumahan, pemerintah sejak pertengahan tahun 1970an membentuk Perum Perumnas untuk melaksanakan pembangunan perumahan khususnya bagi rakyat berpendapatan menengah ke bawah. Selain itu dari sisi pembiayaan perumahan, pemerintah mengembangkan fasilitas Kredit Perumahan Rakyat yang dikelola oleh Bank Tabungan Negara yang dikenal sebagai KPR-BTN. Pada tahun 2001, sekitar 40,7 juta keluarga atau sekitar 79,3 persen keluarga yang memiliki rumah dimana sebagian besar membangun sendiri (76,5 persen); dan sisanya membeli dari perusahaan pengembang dan perorangan.

33. Sejak tahun 2000, total kebutuhan rumah per tahun diperkirakan sekitar 1,2 juta unit dengan jumlah rumah tangga yang belum memiliki rumah sebanyak 4,3 juta rumah tangga. Sementara itu penyediaan air minum juga mengalami stagnasi. Pada tahun 2002, jumlah penduduk (perkotaan dan pedesaan) yang mendapatkan pelayanan air minum perpipaan baru mencapai 18,3 persen, hanya sedikit meningkat dibandingkan dengan 10 tahun sebelumnya (14,7 persen). Penanganan persampahan dan drainase juga mengalami stagnasi dengan cakupan penanganan persampahan di kawasan perkotaan selama 10 tahun (1992-2002) yang hanya mampu melayani sebanyak 18,2 juta jiwa, sedangkan cakupan pelayanan drainase hanya mampu melayani 2,5 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk yang bertambah, kebutuhan perumahan dalam 20 tahun mendatang diperkirakan mencapai lebih dari 30 juta unit.

34. Kebudayaan Indonesia yang bercirikan Bhinneka Tunggal Ika telah berkembang sepanjang sejarah bangsa. Budaya bangsa Indonesia bersifat terbuka terhadap masuknya nilai positif budaya lain untuk mewujudkan jatidiri dan meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Nilai budaya bangsa merupakan akar pandangan integralistik bangsa dan prinsip kekeluargaan sehingga sangat strategis untuk memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia.

35. Terjadinya krisis identitas nasional ditandai dengan semakin memudarnya nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, keramahtamahan sosial, dan rasa cinta tanah air yang pernah menjadi kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa Indonesia. Demikian pula kebanggaan atas jati diri bangsa seperti penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar semakin menurun. Identitas nasional meluntur oleh cepatnya penyerapan budaya global yang negatif serta kurang mampunya bangsa Indonesia menyerap budaya global yang lebih sesuai bagi pembentukan karakter bangsa.

36. Lemahnya kemampuan bangsa dalam mengelola keragaman yang ditandai dengan menguatnya orientasi kelompok, etnik, dan agama, berpotensi menimbulkan konflik sosial dan bahkan disintegrasi bangsa. Masalah ini semakin serius dengan semakin terbatasnya ruang publik yang dapat digunakan dan dikelola bersama masyarakat multikultur untuk penyaluran aspirasi. Dewasa ini muncul kecenderungan pengalihan ruang publik ke ruang  privat karena desakan ekonomi.

37. Peralihan kekuasaan negara dari pemerintah kolonial kepada Pemerintah Indonesia pada tahun 1945 menuntut pelaksanaan tugas-tugas yang lebih berat untuk ditangani dan dituntaskan termasuk membangun Sistem Hukum Nasional. Mengingat sistem hukum berlandaskan nilai-nilai yang sudah hidup lama dalam masyarakat sehingga diperlukan waktu yang lama untuk menyusun sistem hukum yang baru, maka ditetapkan Aturan Peralihan dalam UUD 1945 untuk menghindari terjadinya kekosongan hukum. Ini berarti sistem hukum yang telah berlaku sebelum diproklamirkannya kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tetap berlaku selama belum ada pengganti aturan hukum yang telah ada. Salah satu tugas yang belum dituntaskan adalah mewujudkan Sistem Hukum Nasional Indonesia, sistem hukum yang mencerminkan cita-cita, jiwa, semangat serta nilai-nilai sosial yang hidup di Indonesia.

38. Sistem Hukum Nasional Indonesia meliputi substansi hukum, baik tertulis (peraturan perundang-undangan) maupun tidak tertulis, serta kebiasaan ketatanegaraan; struktur hukum yang mencakup kelembagaan hukum, serta budaya hukum yang mencerminkan cara pandang masyarakat terhadap hukum nasional.

39. Upaya perwujudan Sistem Hukum Nasional terus dilaksanakan melalui berbagai penyempurnaan baik substansi hukum, struktur hukum, maupun budaya hukum. Upaya ini dilakukan agar Sistem Hukum Nasional senantiasa tanggap terhadap perubahan sosial dan global yang terjadi. Pembangunan substansi hukum dilakukan melalui pemberlakuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Melalui pelaksanaan undang-undang ini, peraturan perundang-undangan dapat dapat diwujudkan dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan dengan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan serta meningkatkan koordinasi dan kelancaran proses pembentukan peraturan perundang-undangan.

40. Pembaruan peraturan perundang-undangan terus-menerus dilakukan melalui penggantian dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan kolonial maupun berbagai peraturan perundang-undangan nasional yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial dan kebutuhan Bangsa Indonesia. Penyempurnaan struktur hukum dilakukan melalui pemberdayaan berbagai kelembagaan hukum, sedangkan peningkatan budaya hukum dilakukan melalui berbagai pendidikan, sosialisasi maupun pemberian keteladanan.

41. Penyempurnaan struktur hukum terus dilanjutkan dan terakhir Amandemen Keempat UUD 1945 membawa perubahan yang cukup mendasar terhadap perubahan tugas, fungsi dan keberadaan lembaga-lembaga tinggi negara yang ada. Amandemen UUD 1945 memerintahkan dibentuknya dua lembaga tinggi hukum yang baru, yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi Judisial. Dengan pembentukan kedua lembaga tinggi tersebut, pembentukan sistem hukum nasional dapat dilakukan dengan lebih berhasilguna, dan penyelenggaraan fungsi negara di bidang hukum dapat dilakukan secara lebih efisien.

42. Peningkatan kemandirian peradilan telah dimulai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menggantikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970. Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 ini membawa implikasi besar bagi terselenggaranya check and balances dalam penyelenggaraan negara karena kewenangan administratif, organisasi, dan keuangan lembaga peradilan menjadi kewenangan Mahkamah Agung. Walaupun secara formal pelimpahan kewenangan telah dilakukan, proses pemenuhannya sedang berlangsung.

43. Meningkatnya kesadaran hukum masyarakat dan semakin lajunya perubahan politik, ekonomi, sosial dan budaya semakin menguatkan tuntutan untuk segera mewujudkan Sistem Hukum Nasional Indonesia yang bukan hanya merupakan perangkat norma yang mewadahi nilai-nilai sosial dan aturan berperilaku, tetapi juga merupakan suatu alat untuk menggerakkan dan mengarahkan dinamika sosial untuk mewujudkan tujuan negara.

44. Manajemen pemerintahan saat itu lebih menitikberatkan pada penyediaan pelayanan dasar kepada rakyat yang kondisinya sangat memprihatinkan dalam situasi politik yang belum stabil. Oleh karena itu jenis pelayanan yang diberikan kepada masyarakat masih sangat terbatas. Hak-hak masyarakat dalam pelayanan publik, sebagai mandat UUD 1945, belum dapat diberikan secara penuh karena Negara tidak memiliki cukup sumber daya yang memadai. Dalam perjalanannya kemudian, hak-hak ini juga belum sepenuhnya dapat dipenuhi dalam penyelenggaraan  berbangsa dan bernegara.

45. Saat ini, birokrasi belum banyak mengalami perubahan mendasar. Banyak permasalahan yang dihadapi pada masa-masa sebelumnya, belum terselesaikan. Pemberian pelayanan publik yang bermutu dan penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur penyalahgunaan kekuasaan adalah sedikit dari sasaran pembangunan yang belum dapat dicapai. Permasalahan ini makin meningkat kompleksitasnya dengan terjadinya perubahan besar terutama yang disebabkan oleh: desentralisasi, demokratisasi, globalisasi dan revolusi teknologi informasi.

46. Dengan dicanangkannya desentralisasi pada tahun 1999, Indonesia telah meletakkan landasan bagi proses kemandirian masyarakatnya sekaligus menghadapi tantangan untuk mendapatkan hasil seperti diamanatkan pada Pembukaan UUD 1945. Desentralisasi membawa tuntutan akan penyerahan tanggung jawab, kewenangan dan pengambilan keputusan. Proses desentralisasi masih memerlukan banyak perbaikan untuk meredam  dampak negatifnya akibat kurangnya pemahaman akan desentralisasi itu sendiri.

47. Demokratisasi sebagai akibat dari pelaksanaan reformasi dan desentralisasi juga mengalami perubahan yang signifikan. Proses demokratisasi yang dijalankan telah membuat rakyat Indonesia semakin sadar akan hak dan tanggung jawabnya. Namun demikian, sebagai akibat dari tidak dipenuhinya hak dan tanggung-jawab masyarakat pada masa yang lampau, masih terdapat permasalahan dalam pelaksanaan proses demokratisasi, utamanya adalah rendahnya tingkat partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat menjadi tema dalam penyelenggaraan pemerintahan pada saat ini. Tiadanya partisipasi masyarakat akan membuat aparatur negara tidak mampu menghasilkan kebijakan yang tepat dalam program-program pembangunan. Ketidaksiapan aparatur negara dalam mengantisipasi proses demokratisasi ini perlu dicermati agar mampu menghasilkan kebijakan dan pelayanan yang dapat mememenuhi aspek-aspek transparansi, akuntabilitas dan kualitas yang prima dari kinerja organisasi publik.

48. Derasnya arus globalisasi membawa efek positif sekaligus negatif. Globalisasi membawa perubahan paradigma yang mendasar pada sistem dan mekanisme pemerintahan. Dalam kaitan dengan globalisasi telah terjadi revolusi teknologi dan informasi yang akan mempengaruhi terjadinya perubahan dalam bidang aparatur negara. Pemanfaatan TI dalam bentuk e-government, e-procurement, e-business dan cyber law untuk menghasilkan pelayanan publik yang lebih cepat, lebih baik, dan lebih murah, perlu untuk segera dibangun dan dilaksanakan.

49. Dinamika pembentukan, perubahan, dan berjalannya sistem politik Indonesia sepanjang sejarah, sejak proklamasi kemerdekaan hingga masa Orde Baru tidak cukup memberikan fondasi bagi berkembangnya demokrasi dalam kehidupan sosial politik masyarakat. Bahkan terdapat kecenderungan, konsolidasi otoriterianisme yang hampir selalu terjadi seperti yang dialami Indonesia pada masa demokrasi terpimpin dan pada era demokrasi Pancasila. Dalam kurun periode waktu tersebut kehidupan sosial politik didominasi oleh kekuasaan eksekutif yang bersifat sentralistik yang didukung oleh kekuatan militer, birokrasi tidak netral dan menjadi pendukung utama kekuasaan penguasa, sistem kepartaian yang didominasi oleh partai tertentu, tidak terjaminnya hak politik rakyat, budaya paternalistik sempit, penyelenggaraan Pemilu belum dilaksanakan dengan jujur dan bersih, serta kurangnya kebebasan pers dan media massa. Pada masa Orde Baru, sistem politik yang kurang mentolerir perbedaan politik dengan pemerintah telah mewariskan permasalahan ketidakpuasan yang berkembang menjadi bibit-bibit disintegrasi. Dengan berbagai perkembangan yang berlangsung selama beberapa tahun terakhir hingga selesainya berbagai proses pemilu tahun 2004 lalu, konstelasi politik di dalam negeri dewasa ini menyediakan peluang untuk mengakhiri masa transisi ke arah konsolidasi demokrasi.

50. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir terdapat perubahan-perubahan politik yang cukup mendasar dalam proses demokratisasi di Indonesia. Pertama, proses amandemen (I, II, II, dan IV) UUD 1945 yang secara mendasar telah mengubah dasar-dasar konsensus dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua, terciptanya format politik baru dengan disahkannya perundangan-undangan baru bidang politik, pemilu, dan susunan kedudukan MPR, dan DPR yang menjadi dasar pelaksanaan Pemilu 1999 dan Pemilu 2004, yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Parpol, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu, dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Ketiga, terciptanya format hubungan pusat-daerah yang baru berdasarkan perundangan-undangan otonomi daerah yang baru Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Keempat, disepakatinya pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung di dalam Konstitusi dan dituangkan dalam bentuk perundang-undangan yang menjadi dasar pemilihan umum presiden dan wakil presiden pada tahun 2004, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Kelima, kesepakatan mengenai diakhirinya pengangkatan TNI/Polri dan Utusan Golongan di dalam komposisi parlemen hasil Pemilu 2004. Keenam, kesepakatan nasional mengenai netralitas PNS, TNI dan Polri terhadap politik. Netralitas PNS telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Ketujuh, konsensus perlunya payung kelembagaan yang independen khusus dalam pemberantasan korupsi dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi/KPK. Kedelapan, terwujudnya Mahkamah Konstitusi sebagai pengadilan yang memiliki wewenang menguji keabsahan peraturan perundangan terhadap konstitusi sesuai UUD 1945, Pasal 24C, Ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

51. Dalam hubungan luar negeri, tantangan pokok adalah menyiapkan diri dalam mengantisipasi perubahan situasi politik dan ekonomi global sehingga kurang memiliki posisi tawar dalam percaturan politik dan ekonomi regional maupun hubungan internasional secara luas. Dalam konteks komunikasi dan informasi, Indonesia meningkatkan kemampuan untuk memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi secara memadai bagi kepentingan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk meningkatkan kesadaran politik rakyat. Proses demokratisasi yang sedang berjalan diharapkan mampu menjadi titik balik baik dalam membangun hubungan internasional yang lebih produktif maupun peranan komunikasi dan informasi yang lebih berarti bagi kepentingan nasional.

52. Dalam pembangunan politik dalam negeri, tantangan yang dihadapi adalah mempertahankan momentum pelembagaan demokratisasi; menyepakati pentingnya konstitusi yang lebih demokratis; menyepakati kembali makna penting persatuan nasional; menyelesaikan masalah-masalah politik sensitif yang tersisa; menyempurnakan reformasi birokrasi sipil dan TNI-Polri; menyelesaikan rekonsiliasi nasional; menjadikan pendidikan politik sebagai alat transformasi sosial menuju demokrasi; serta melembagakan kebebasan pers/media massa.

53. Dalam konstelasi geopolitik dan geostrategi internasional, hubungan luar negeri dihadapkan pada tantangan untuk memanfaatkan potensi strategis Indonesia secara maksimal dalam konstelasi politik global dengan mengedepankan geographic credentials bagi kepentingan nasional; menggunakan politik luar negeri untuk mempercepat pemulihan krisis nasional; menempatkan Indonesia secara tepat atas isu-isu global; memulihkan Strategic Centrality Indonesia; revitalisasi konsep identitas nasional dalam politik luar negeri; mencari posisi yang tepat dalam rivalitas antar kekuatan-kekuatan adidaya dunia; mendorong kearah terciptanya tatanan ekonomi dunia yang lebih adil; menyusun strategi yang tepat dalam menghadapi potensi konflik teritorial dengan negara tetangga; memperkuat makna penting multilateralisme secara global; meningkatkan dukungan dari berbagai pelaku bagi penyelenggaraan hubungan luar negeri, pelaksanaan politik luar negeri dan diplomasi Indonesia. Dalam mengatasi berbagai tantangan hubungan luar negeri, terutama yang menyangkut geopolitik, pelaksanaan politik luar negeri selalu mendasarkan diri pada konstelasi politik dalam negeri.

54. Pertahanan dan keamanan negara berperan penting bagi pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan penyelenggaraan pembangunan dalam rangka pencapaian cita-cita negara seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Dalam perjalanan sejarah bangsa dan dinamika politik sebelum dan sesudah kemerdekaan, pertahanan rakyat semesta telah menjadi sistem yang mampu mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, Badan Keamanan Rakyat memiliki hubungan yang sangat dekat dengan rakyat dan mendapat dukungan sepenuhnya dari rakyat. Pada masa itu, rakyat dan BKR berjuang bahu membahu mempertahankan kemerdekaan RI.

55. Pada masa bangsa Indonesia mengisi kemerdekaan dengan penyelenggaraan pembangunan, sistem politik telah menjadikan Dwi Fungsi ABRI sebagai bagian dari sistem pertahanan rakyat semesta. Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI menyebabkan TNI dan Polri tidak saja melaksanakan fungsi pertahanan dan keamanan, tetapi juga melaksanakan fungsi sosial dan politik. Pada awalnya Dwi Fungsi ini mampu menciptakan stabilitas nasional yang merupakan prasyarat pembangunan. Dalam perkembangannya pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI tersebut berdampak tidak menguntungkan bagi sistem pertahanan rakyat semesta terutama bagi profesionalisme TNI dan Polri serta bersifat kontraproduktif bagi dinamika masyarakat.

56. Pelaksanaan fungsi sosial dan politik di masa lalu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perencanan pertahanan yang berbasis strategi (strategy based), teknologi (technology based) dan pembiayaan (financial based) pertahanan menjadi tidak fokus. Sebagai akibatnya kemampuan pertahanan khususnya TNI saat ini dihadapkan pada kekurangan alutsista dan kurangnya profesionalisme prajurit di bawah standar kekuatan pertahananan minimal (minimum essential force). Upaya keamanan khususnya Polri, lembaga intelijen, dan kontra intelijen juga menghadapi permasalahan kekurangan prasarana dan sarana, serta profesionalisme sumber daya manusia. Permasalahan profesionalisme prajurit TNI dan sumber daya manusia dalam upaya keamanan tersebut dipengaruhi juga oleh tingkat kesejahteraan yang belum memadai. 

57. Berbagai permasalahan dalam kemampuan pertahanan dan keamanan tersebut, ditambah dengan masih rendahnya kesadaran, kepatuhan dan disiplin masyarakat terhadap hukum, faktor politik, permasalahan kesejahteraan masyarakat, dan faktor eksternal seperti perkembangan organisasi kejahatan transnasional, serta permasalahan koordinasi dan kerjasama antara TNI, POLRI, lembaga intelijen dan kontra intelijen berakibat pada rawannya kondisi keamanan saat ini yang ditunjukan dengan tumbuh dan berkembangnya berbagai gangguan keamanan nasional.

58. Seiring dengan dinamika masyarakat dan tuntutan akan profesionalisme TNI dan Polri, TNI dan Polri kembali ke fungsi dasarnya yaitu pertahanan dan keamanan dan selanjutnya negara dan masyarakat harus melaksanakan fungsi sosial dan politik secara lebih bertanggung jawab. Reformasi pada tahun 90’an menghendaki perubahan secara menyeluruh di segala bidang termasuk penyelenggaraan negara. Penyempurnaan terhadap penyelenggaraan negara khususnya peran dan fungsi TNI dan Polri dikukuhkan melalui Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selanjutnya ketetapan MPR tersebut diperkuat lagi dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Penyempurnaan kelembagaan pertahanan dan keamanan tersebut merupakan bagian awal dari upaya keseluruhan untuk mewujudkan sistem pertahanan semesta dan kondisi aman, tertib dan damai.

59.        Dalam kurun waktu 20 tahun mendatang pertahanan dan keamanan nasional akan dihadapkan pada tantangan sebagai berikut:
o   Perubahan geopolitik internasional. Awal dekade ini ditandai dengan memudarnya prinsip multilateralisme seiring dengan sangat dominannya kekuatan negara adikuasa di dalam tata politik internasional. Menguatnya pendekatan unitelarisme tersebut berdampak pada berkembangnya doktrin pertahanan pre-emptive strike akan merubah tataran politik internasional dan menembus batas-batas yuridiksi sebuah negara di luar kewajaran hukum internasional yang berlaku saat ini.
o   Kesesuaian Postur dan Struktur Pertahanan. Postur dan struktur pertahanan Indonesia saat ini belum cukup optimal dalam melindungi seluruh wilayah Indonesia, mau pun dalam melakukan operasi non-militer saat damai seperti ditunjukkan oleh kejadian konflik dan bencana alam, terlebih lagi untuk menjawab tantangan perubahan regional dan internasional. Postur dan struktur pertahanan Indonesia perlu disempurnakan dengan mengambil parameter utama yaitu kondisi geografis, peta politik regional dan global, perkembangan masalah aktual, kemajuan teknologi, serta dinamika masyarakat.
o   Peningkatan Profesionalisme SDM TNI. TNI sebagai komponen utama pertahanan negara sangat bertumpu kepada kemampuan SDM dalam menjalankan tugasnya. Dominannya tuntutan peran sosial politik di masa silam menyebabkan kurang diperhatikannya profesionalisme SDM pada pekerjaan utamnya yaitu sebagai komponen pertahanan. Pengembalian konsentrasi SDM TNI pada tugas pokoknya sebagai komponen pertahanan di satu sisi memerlukan peningkatan kesejahteraan sebagai faktor utama pengendali.
o   Pengembangan Alutsista. Masalah terbesar yang masih dihadapi TNI sebagai kekuatan utama kemampuan pertahanan adalah jumlah peralatan pertahanan terutama alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang tidak mencukupi dengan kondisi mayoritas peralatan yang usang secara umur dan teknologi, telah habisnya sebagian besar usia pakai efektif, dan begitu banyaknya keanekaragaman jenis peralatan yang menyebabkan sulitnya interoperabilitas serta pemeliharaan. Selain itu, upaya memodernisasi alutsista TNI secara bertahap terhambat oleh embargo yang dilakukan oleh beberapa negara.
o   Penguatan Komponen Cadangan dan Pendukung Pertahanan. Belum mumpuninya komponen cadangan dan pendukung pertahanan negara menyebabkan kelemahan sistemik dari keseluruhan kemampuan pertahanan negara. Secara minimal, diperlukan penyiapan komponen cadangan keterlibatan masyarakat dalam bela negara dan komponen pendukung pertahanan seperti: partisipasi sipil dalam kebijakan pertahanan dan industri pertahanan nasional yang kuat.
o   Penyelesaian Masalah Aktual Keamanan Nasional. Tantangan pertahanan dan keamanan yang harus diatasi, selain ancaman perang modern dan terbatas dengan menggunakan alutsista yang canggih, juga meliputi low intensity conflict yaitu gerakan separatisme, terorisme dan gangguan keamanan dalam negeri lainnya; kejahatan transnasional; dan kejahatan terhadap kekayaan negara terutama di wilayah yuridiksi laut Indonesia dan wilayah perbatasan. Permasalahan aktual tersebut segera harus ditangani untuk mencegah eskalasi masalah menjadi ancaman laten yang melemahkan NKRI secara keseluruhan.
o   Peningkatan Profesionalisme Lembaga Kepolisian. Salah satu sebab utama belum optimalnya penanganan kriminalitas, penegakan hukum, pengelolaan ketertiban masyarakat, serta kelambatan antisipasi penanganan kejahatan transnasional adalah lemahnya profesionalisme lembaga kepolisian. Permasalahan tersebut menuntut keberadaan sebuah lembaga kepolisian yang efektif, efisien, dan akuntabel. Lembaga kepolisian harus memiliki profesionalisme dalam mengintegrasikan aspek struktural; aspek instrumental  dan aspek kultural
o   Keefektifan Lembaga Intelijen dan Kontra Intelijen. Permasalahan pertahanan dan keamanan membutuhkan informasi terdepan dan terpecaya sebagai bahan penngambilan kebijakan. Berkembangnya masalah-masalah aktual pertahanan dan keamanan pada periode 5 tahun terakhir disebabkan salah satunya oleh belum efektifnya sistem informasi dan peringatan dini yang diberikan oleh lembaga intelijen sedangkan rawannya kepentingan nasional dari penyusupan kepentingan yang tidak bertanggung jawab menunjukan peran kontra intelijen yang belum efektif.
o   Peningkatan Kerja Sama dan Koordinasi Keamanan Nasional. Demikian kompleks dan luasnya dimensi permasalahan keamanan nasional memerlukan keterpaduan kebijakan, perencanaan, program, aksi, akses informasi, dan pengambilan keputusan bersama antara institusi penanggung jawab bidang pertahanan dan keamanan.

C. Potensi Pembangunan dan Faktor Strategis

     Dalam melaksanakan Rencana Pembangunan Jangka Panjang, keseluruhan potensi pembangunan akan dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Potensi pembangunan ini harus dikelola dan diberdayakan secara tepat, sehingga benar-benar dapat dipergunakan untuk mengatasi hambatan yang ada saat ini. Di sisi lain juga diperlukan guna menggugah kemampuan dalam mengatasi setiap tantangan yang ada menuju terciptanya masyarakat Indonesia yang maju mandiri dalam upaya pencapaian tujuan Nasional Pemerintahan sebagaimana diamanatkan pada Pembukaan UUD 1945. Potensi pembangunan tersebut meliputi:

1.    Kemerdekaan dan kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga wilayah nasional merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, dan tanah air bagi seluruh bangsa Indonesia.
2.    Wilayah Indonesia yang bercirikan kepulauan dan kelautan serta berada di antara dua benua dan dua samudera.
3.    Kekayaan alam yang terkandung di darat, laut, dan udara yang dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat.
4.    Budaya bangsa Indonesia yang bercirikan Bhinneka Tunggal Ika dan terbuka terhadap nilai-nilai tradisional dan modern yang positif.
5.    Penduduk Indonesia yang besar jumlahnya dan menempati urutan keempat terbesar di dunia merupakan sumber daya manusia yang potensial bagi pembangunan. Dalam tahun 2010 – 2020 jumlah penduduk usia produktif diperkirakan akan meningkat.
6.    TNI dan Polri sebagai kekuatan utama yang tumbuh dari rakyat, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung, merupakan kekuatan pertahanan dan keamanan negara yang dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta dalam menegakkan kedaulatan bangsa dan negara.
7.    Perubahan geo-politik dan geo-strategis yang antara lain berasal dari meningkatnya peranan Asia dalam perekonomian dunia.

D. Visi dan Misi Pembangunan Nasional Tahun 2005 – 2025

Rencana pembangunan jangka panjang disusun untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dan mengacu pada arah pembangunan sebagai berikut.

1.    Pembangunan ekonomi diarahkan kepada pemantapan sistem ekonomi nasional untuk mendorong kemajuan bangsa dengan ciri-ciri sebagai berikut.
o   Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan
o   Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
o   Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
o   Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas asas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
o   APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

2.    Pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan memperhatikan hak warga negara serta kewajibannya untuk berperan dalam pembangunan.

3.    Dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan pembangunan, pelaksanaan pemerintahan daerah didasarkan pada otonomi yang luas. Pelaksanaan otonomi di daerah diupayakan untuk mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan.

Berdasarkan tantangan yang dihadapi dalam 20 tahun mendatang serta dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dan faktor-faktor strategis yang muncul, amanat pembangunan sebagai yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, maka Visi Pembangunan Nasional Tahun 2005 – 2025 adalah:

Indonesia Yang Maju dan Mandiri, Adil dan Demokratis,
serta Aman dan Bersatu
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Visi Pembangunan Nasional Tahun 2005 – 2025 ini mengarah pada pencapaian tujuan pembangunan sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

Dalam mewujudkan Visi Pembangunan Nasional tersebut ditempuh Misi Pembangunan Nasional sebagai berikut.

1.    Misi Mewujudkan Indonesia Yang Maju dan Mandiri adalah mendorong pembangunan yang menjamin pemerataan yang seluas-luasnya didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, infrastruktur yang maju, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berwawasan lingkungan; serta didukung oleh pelaksanaan politik luar negeri yang bebas dan aktif.

2.    Misi Mewujudkan Indonesia Yang Adil dan Demokratis adalah mendorong pembangunan yang menjamin penegakan hukum yang adil, konsekuen, tidak diskriminatif, mengabdi pada kepentingan masyarakat luas, serta meneruskan konsolidasi demokrasi bertahap pada berbagai aspek kehidupan politik agar demokrasi konstitusional dapat diterima sebagai konsensus dan pedoman politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

3.    Misi Mewujudkan Indonesia Yang Aman dan Bersatu adalah mendorong pembangunan yang mampu mewujudkan rasa aman dan damai, mampu menampung aspirasi masyarakat yang dinamis, menegakkan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta melindungi segenap bangsa dari setiap ancaman.

E. Arah Pembangunan Jangka Panjang

Indonesia yang Maju dan Mandiri menuntut kemampuan ekonomi untuk tumbuh yang cukup tinggi, berkelanjutan, mampu meningkatkan pemerataan dan kesejahteraan masyarakat secara luas, serta berdaya saing tinggi didukung oleh penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam mengembangkan sumber-sumber daya pembangunan.

Pembangunan ekonomi dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada pencapaian sasaran-sasaran pokok sebagai berikut.
o   Terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh dimana pertanian (dalam arti luas) dan pertambangan menjadi basis aktivitas ekonomi yang menghasilkan produk-produk secara efisien dan modern, industri manufaktur yang berdaya saing global menjadi motor penggerak perekonomian, dan jasa menjadi perekat ketahanan ekonomi.
o   Pendapatan perkapita pada tahun 2025 mencapai sekitar US$ 6000 dengan tingkat pemerataan yang relatif baik dan jumlah penduduk miskin tidak lebih dari 5 persen.
o   Kemandirian pangan dapat dipertahankan pada tingkat aman dan dalam kualitas gizi yang memadai serta tersedianya instrumen jaminan pangan untuk tingkat rumah tangga.

1.    Perekonomian dikembangkan berlandaskan prinsip demokrasi ekonomi dan persaingan sehat dengan memperhatikan nilai-nilai keadilan serta kepentingan nasional sehingga terjamin kesempatan berusaha dan bekerja bagi seluruh masyarakat. Pengelolaan kebijakan perekonomian perlu memperhatikan secara cermat dinamika globalisasi, komitmen nasional di berbagai fora perjanjian ekonomi internasional, dan kepentingan strategis nasional di dalam menjaga kemandirian dan kedaulatan ekonomi bangsa.

2.    Perekonomian dikembangkan berorientasi dan berdaya saing global melalui transformasi bertahap dari perekonomian berbasis keunggulan komparatif sumberdaya alam melimpah menjadi perekonomian yang berkeunggulan kompetitif dengan prinsip-prinsip dasar: mengelola secara berkelanjutan peningkatan produktivitas nasional melalui penguasaan, penyebaran, penerapan, dan penciptaan (inovasi) ilmu pengetahuan dan teknologi; mengelola secara berkelanjutan kelembagaan ekonomi yang melaksanakan praktik terbaik dan kepemerintahan yang baik, dan mengelola secara berkelanjutan sumberdaya alam sesuai kompetensi dan keunggulan daerah.

3.    Struktur perekonomian diperkuat dengan mendudukkan sektor industri sebagai motor penggerak yang didukung oleh kegiatan pertanian dalam arti luas dan pertambangan yang menghasilkan produk-produk secara efisien, modern, dan berkelanjutan serta jasa-jasa pelayanan yang efektif, yang menerapkan praktik terbaik dan ketatakelolaan yang baik, agar terwujud ketahanan ekonomi yang tangguh.

4.    Peningkatan efisiensi, modernisasi, dan nilai tambah kegiatan primer terutama sektor pertanian dalam arti luas dan pertambangan didorong agar mampu bersaing di pasar lokal dan internasional serta untuk memperkuat basis produksi secara nasional. Kepentingan ini merupakan faktor strategis karena berkenaan dengan pembangunan perdesaan, pengentasan kemiskinan dan keterbelakangan, dan ketahanan pangan. Penyelenggaraannya yang terencana secara cermat akan menjamin terwujudnya transformasi seluruh elemen perekonomian nasional ke arah lebih maju dan lebih kokoh di era globalisasi.

5.    Daya-saing global perekonomian ditingkatkan dengan mengembangkan pola jaringan rumpun industri (industrial cluster) sebagai fondasinya, berdasarkan 3 (tiga) prinsip dasar:
o   Pengembangan rantai nilai tambah dan inovasi yang utamanya adalah pilihan terhadap arah pola pengembangan yang ditetapkan pada suatu periode tertentu;
o   Penguatan (perluasan dan pendalaman) struktur rumpun industri dengan membangun keterkaitan antarindustri dan antara industri dengan setiap aktivitas ekonomi terkait (sektor primer dan tersier, UKM maupun perusahaan penanaman modal asing);
o   Pembangunan fondasi ekonomi mikro (lokal) agar terwujud lingkungan usaha yang kondusif melalui penyediaan berbagai infrastruktur peningkatan kapasitas kolektif (teknologi, mutu, peningkatan kemampuan tenaga kerja dan infrastruktur fisik) serta penguatan kelembagaan ekonomi yang dapat menjamin bahwa peningkatan interaksi, produktivitas, dan inovasi yang terjadi, melalui persaingan sehat, dapat secara nyata meningkatkan daya saing perekonomian secara berkelanjutan.

6.    Dengan keunggulan komparatif sebagai negara berpenduduk besar dengan wawasan, kemampuan, dan daya kreasi yang tinggi, serta memiliki bentang alam yang luas dan kekayaan sumber daya alam, basis keunggulan kompetitif industri dalam 20 tahun mendatang dikembangkan berdasarkan 3 (tiga) prinsip utama, yaitu:
o   Pengembangan industri yang mengolah secara efisien dan rasional sumber daya alam, dengan memperhatikan daya dukungnya;
o   Pengembangan industri yang memperkuat kemampuan dan pembangunan jaringan interaksi, komunikasi, dan informasi baik untuk kepentingan domestik maupun dalam kaitannya dengan dinamika globalisasi; dan
o   Pengembangan industri yang memperkuat integrasi dan struktur keterkaitan antar-industri ke depan.
Dengan prinsip tersebut, fokus pengembangan industri dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada 4 (empat) pilar utama,
o   Industri yang berbasis pertanian dan kelautan;
o   Industri transportasi;
o   Industri teknologi informasi dan peralatan telekomunikasi (telematika), dan
o   Basis industri manufaktur yang potensial dan strategis untuk perkuatan daya saing industri ke depan.

7.    Peningkatan efisiensi, modernisasi, dan nilai tambah sektor pertanian dalam arti luas dikelola dengan pengembangan agribisnis yang dinamis dan efisien, yang melibatkan partisipasi aktif petani dan nelayan. Tujuan ini perlu diselenggarakan melalui revitalisasi kelembagaan pada tingkat operasional, optimalisasi sumberdaya, dan pengembangan SDM pelaku usaha agar mampu meningkatkan produktivitas serta merespon permintaan pasar dan peluang usaha. Selain bermanfaat bagi peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan pada umumnya, upaya ini bermanfaat di dalam menciptakan diversifikasi perekonomian perdesaan yang pada gilirannya meningkatkan sumbangannya di dalam pertumbuhan perekonomian nasional. Perhatian perlu diberikan kepada peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan, pengembangan masyarakat, upaya pengentasan kemiskinan secara terarah serta perlindungan terhadap sistem perdagangan dan persaingan yang tidak adil.

8.    Sistem ketahanan pangan dibangun sampai pada kemampuan untuk menjaga kemandirian pangan nasional dengan mengembangkan kelembagaan ketahanan pangan yang mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pangan di tingkat rumah tangga yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutu dan gizinya, aman, merata, dan terjangkau, yang didukung oleh sumber-sumber pangan yang beragam sesuai dengan keragaman lokal.

9.    Perdagangan dan investasi dikembangkan agar mampu mendukung perkuatan daya saing global. Perdagangan diarahkan untuk memperkuat efisiensi sistem perdagangan dalam negeri; memperkuat posisi nasional dalam aktivitas perdagangan serta berbagai fora kerjasama perdagangan global, regional, dan plurilateral; pengembangan citra produk nasional yang berkualitas internasional; dan mampu mendorong integrasi kegiatan ekonomi nasional untuk memperkuat ketahanan ekonomi. Sementara itu, investasi diarahkan untuk mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi secara berkelanjutan dan berkualitas dengan peningkatan iklim investasi yang kondusif dan berdaya saing, serta selaras dengan fokus peningkatan daya saing perekonomian nasional.

10. Jasa, termasuk jasa infrastruktur dan keuangan, dikembangkan sesuai dengan kebijakan pengembangan ekonomi nasional agar mampu mendukung secara efektif peningkatan daya saing global dengan menerapkan sistem dan standar pengelolaan sesuai dengan praktik terbaik internasional, yang mampu mendorong peningkatan ketahanan serta nilai tambah perekonomian nasional, dan yang mampu mendukung kepentingan strategis di dalam pengembangan SDM di dalam negeri dan keprofesian, penguasaan dan pemanfaatan teknologi nasional, dan pengembangan keprofesian tertentu, serta mendukung kepentingan nasional dalam pengentasan kemiskinan dan pengembangan kegiatan perekonomian perdesaan.

11. Kepariwisataan dikembangkan agar mampu mendorong peningkatan daya saing perekonomian nasional, peningkatan kualitas perekonomian, dan kesejahteraan masyarakat lokal, serta perluasan kesempatan kerja. Pengembangan kepariwisataan memanfaatkan secara arif dan berkelanjutan keragaman pesona keindahan alam dan potensi nasional nasional sebagai wilayah bahari terluas di dunia serta dapat mendorong kegiatan ekonomi yang terkait dengan pengembangan budaya bangsa.

12. Pengembangan UKM dan Koperasi diarahkan untuk menjadi pelaku ekonomi yang berdaya saing melalui perkuatan kewirausahaan dan peningkatan produktivitas yang didukung dengan upaya peningkatan adaptasi terhadap kebutuhan pasar, pemanfaatan hasil inovasi dan penerapan teknologi. Pengembangan UKM menjadi bagian integral di dalam perubahan struktur yang sejalan dengan modernisasi agribisnis dan agroindustri, khususnya yang mendukung ketahanan pangan, serta perkuatan basis produksi dan daya saing industri melalui pengembangan rumpun industri, percepatan alih teknologi, dan peningkatan kualitas SDM. Sementara itu, pengembangan usaha mikro menjadi pilihan strategis untuk mengurangi kesenjangan pendapatan dan kemiskinan. Koperasi berkembang semakin luas menjadi wahana yang efektif dalam menciptakan efisiensi kolektif para anggota koperasi, baik produsen maupun konsumen, sehingga menjadi pelaku ekonomi yang mampu mendukung upaya peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi.

13. Budaya inovatif yang berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi terus dikembangkan agar bangsa Indonesia menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta mampu berjaya di era persaingan global. Pengembangan budaya ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dilakukan dengan meningkatkan penghargaan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pengembangan budaya membaca dan menulis, masyarakat pembelajar, masyarakat yang cerdas, kritis, dan kreatif dalam rangka pengembangan tradisi ilmu pengetahuan dan teknologi, bersamaan dengan mengarahkan budaya konsumtif menuju budaya produktif. Bentuk-bentuk pengungkapan kreativitas, antara lain melalui kesenian, tetap didorong untuk mewujudkan keseimbangan aspek material, spiritual dan emosional. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian diletakkan dalam kerangka peningkatan harkat, martabat dan peradaban manusia.  

14. Pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) diarahkan untuk penguasaan dan pemanfaatan Iptek bagi kesejahteraan masyarakat, kemandirian dan daya saing bangsa melalui peningkatan kemampuan dan kapasitas iptek yang senantiasa berpedoman pada nilai agama, nilai budaya, nilai etika, serta memperhatikan sumber daya dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pembangunan iptek dalam 20 puluh tahun mendatang diarahkan untuk mendukung ketahanan pangan, ketersediaan energi, penciptaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, penyediaan teknologi transportasi, kebutuhan teknologi pertahanan, teknologi kesehatan, serta meningkatkan jumlah patent. Dukungan tersebut dilakukan melalui peningkatan kuantitas, kualitas, dan mobilitas SDM iptek, peningkatan anggaran riset, pengembangan sinergi kebijakan iptek lintas sektor, perumusan agenda riset nasional selaras dengan kebutuhan pasar, peningkatan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana iptek, penguatan sistem inovasi yang mendukung pembangunan ekonomi yang berbasis pengetahuan, peningkatan kerjasama penelitian domestik dan internasional antar lembaga litbang, perguruan tinggi dan dunia usaha, penumbuhan industri baru berbasis produk litbang, peningkatan kesadaran industri pada standar mutu produk berbasis sistem pengukuran, standardisasi, pengujian dan mutu  (measurement, standardization, testing, and quality/MSTQ)

15. Peranan pemerintah yang efektif dan optimal diwujudkan sebagai fasilitator, regulator, sekaligus sebagai katalisator pembangunan di berbagai tingkat guna efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, terciptanya lingkungan usaha yang kondusif dan berdaya saing, dan terjaganya keberlangsungan mekanisme pasar.

16. Kelembagaan ekonomi dikembangkan sesuai dinamika kemajuan ekonomi dengan menerapkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik di dalam menyusun kerangka regulasi dan perijinan yang efisien, efektif, dan non-diskriminatif; menjaga persaingan usaha secara sehat mengembangkan dan melaksanakan iklim persaingan usaha secara sehat dan perlindungan konsumen; mendorong pengembangan standardisasi produk dan jasa untuk meningkatkan daya saing; merumuskan strategi dan kebijakan pengembangan teknologi sesuai dengan pengembangan ekonomi nasional; dan meningkatkan daya saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sehingga menjadi bagian integral dari keseluruhan kegiatan ekonomi.

17. Kebijakan pasar kerja diarahkan untuk mendorong terciptanya sebanyak mungkin lapangan kerja formal serta meningkatkan kesejahteraan pekerja di pekerjaan informal. Pasar kerja yang fleksibel, hubungan industrial yang harmonis dengan perlindungan yang layak, keselamatan kerja yang memadai, serta terwujudnya proses penyelesaian industrial yang memuaskan semua pihak merupakan ciri-ciri pasar kerja yang diinginkan. Selain itu, pekerja diharapkan mempunyai produktivitas yang tinggi sehingga dapat bersaing serta menghasilkan nilai tambah yang tinggi dengan pengelolaan pelatihan dan pemberian dukungan bagi program-program pelatihan yang strategis untuk efektivitas dan efisiensi peningkatan kualitas tenaga kerja sebagai bagian integral dari investasi sumber daya manusia. Sebagian besar pekerja akan dibekali dengan pengakuan kompetensi profesi sesuai dinamika kebutuhan industri dan dinamika persaingan global.

18. Sektor keuangan dikembangkan agar senantiasa memiliki kemampuan di dalam menjaga stabilitas ekonomi dan membiayai tujuan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas serta mampu memiliki daya tahan terhadap kemungkinan gejolak krisis melalui: implementasi sistem Jaring Pengaman Sektor Keuangan Indonesia, peningkatan kontribusi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank dalam pendanaan pembangunan, serta peningkatan kualitas pertumbuhan perbankan nasional. Dengan demikian, setiap jenis investasi (baik jangka pendek maupun jangka panjang) akan memperoleh sumber pendanaan yang sesuai dengan karakteristik jasa keuangan. Selain itu, semakin beragamnya lembaga keuangan akan memberikan alternatif pendanaan lebih banyak bagi seluruh lapisan masyarakat.

19. Perbaikan pengelolaan keuangan negara bertumpu pada sistem anggaran yang transparan, bertanggung jawab, dan dapat menjamin efektivitas pemanfaatan. Dalam rangka meningkatkan kemandirian, peran pinjaman luar negeri dijaga pada tingkat yang aman, sementara sumber utama dalam negeri yang berasal dari pajak terus ditingkatkan efektivitasnya. Kepentingan utama pembiayaan pemerintah adalah penciptaan pembiayaan pembangunan yang dapat menjamin kemampuan peningkatan pelayanan publik baik di dalam penyediaan pelayanan dasar, prasarana dan sarana fisik serta ekonomi, dan mendukung peningkatan daya saing ekonomi.

Indonesia yang Maju dan Mandiri juga tercermin dari ketersediaan infrastruktur yang memadai, mencakup transportasi, ketenagalistrikan dan energi, telematika, serta ketersediaan sumber daya air. Dalam kaitan itu, pembangunan infrastruktur diarahkan pada pencapaian sasaran pokok sebagai berikut.
o   Tersusunnya jaringan infrastruktur yang terintegrasi satu sama lain, khususnya pelabuhan, lapangan terbang, kereta api, dan jalan raya dalam sistem jaringan inter dan antar-moda, baik antarnegara tetangga maupun dalam dan antar-wilayah NKRI dengan tingkat keselamatan, jaminan kelaikan prasarana dan sarana sesuai dengan standar internasional.
o   Terpenuhinya pasokan tenaga listrik yang handal sesuai permintaan kebutuhan tenaga listrik termasuk hampir sepenuhnya elektrifikasi rumah tangga dan elektrifikasi perdesaan dapat terpenuh; tercapainya tingkat efisiensi yang memuaskan baik sisi pembangkitan, transmisi dan distribusi; terwujudnya sistem ketenagalistrikan yang berbasis pada energi terbarukan, panas bumi, nuklir, dan energi fosil non BBM; serta terciptanya industri penunjang ketenagalistrikan dalam negeri yang mampu memberikan kontribusi signifikan bagi pengembangan sistem kelistrikan nasional.
o   Meningkatnya penyelenggaraan pos dan telematika yang efisien guna meningkatkan kesiapan dan kemampuan masyarakat Indonesia dalam memanfaatkan informasi sehingga tercipta masyarakat informasi Indonesia yang berdaya saing dan mampu mengatasi dan memanfaatkan arus globalisasi.
o   Terwujudnya konservasi sumber daya air yang mampu menjaga berkelanjutan fungsi sumber daya air; terwujudnya pendayagunaan sumber daya air yang adil untuk berbagai kebutuhan masyarakat yang memenuhi kualitas dan kuantitas; dan terwujudnya pengendalian daya rusak air yang mampu melindungi keselamatan jiwa dan harta benda penduduk.

20. Pembangunan transportasi diarahkan untuk mendorong transaksi perdagangan sebagai sumber pergerakan orang, barang, dan jasa yang menjadi pangsa pasar bisnis transportasi melalui political trading yang saling menguntungkan; menciptakan jaringan pelayanan secara inter dan antar moda angkutan melalui pembangunan prasarana dan sarana transportasi, serta diikuti dengan pemanfaatan e-commerce dalam konteks less paper document; menyelaraskan semua peraturan perundang undangan baik yang mecakup investasi maupun penyelenggaraan jasa transportasi untuk memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkenan; menciptakan sistem perbankan dan mekanisme pendanaan untuk menunjang investasi dan operasi prasarana dan sarana transportasi; mendorong seluruh stakeholders untuk berpartisipasi dalam penyediaan pelayanan mulai dari tahap perencanaan, pembangunan, dan pengoperasiaannya; menghilangkan segala macam bentuk monopoli agar dapat memberikan alternatif pilihan bagi pengguna jasa; mempertahankan keberpihakan pemerintah sebagai regulator terhadap pelayanan kepada masyarakat; menyatukan persepsi dan langkah para pelaku penyedia jasa transportasi dalam konteks global services; mempercepat dan memperlancar pergerakan muatan barang dan penumpang melalui pembangunan jalan bebas hambatan trans Jawa dan Sumatera, promosi angkutan barang melalui kereta api, promosi angkutan barang antar pulau dengan sistem Ro-Ro, promosi angkutan komoditi khusus dengan pesawat terbang (fresh good and high value); membangun fasilitas angkutan masal untuk daerah metropolitan; menciptakan blue print Sistem Transportasi Nasional dan Sistem Transportasi Wilayah.

21. Pengembangan energi nasional jangka panjang diarahkan kepada peningkatan intensitas pencarian sumber-sumber energi sejalan dengan peningakatan populasi dan laju pertumbuhan ekonomi. Disamping itu, pengembangan energi juga akan dicapai melalui penentuan harga energi yang telah memperhitungkan biaya produksi dan kemampuan ekonomi masyarakat. Pembangunan energi juga terus diarahkan kepada penganekaragaman (diversifikasi) energi, konservasi energi, dan dengan memperhatikan pengendalian lingkungan hidup. Pengembangan energi dilaksanakan juga dengan memperhatikan komposisi penggunaan energi yang optimum bagi tiap jenis energi.

22. Pembangunan ketenagalistrikan diarahkan pada:
o   Pengembangan kemampuan pemenuhan kebutuhan tenaga listrik nasional dan kehandalannya untuk memulihkan kemampuan pasokan sistem ketenagalistrikan nasional yang memadai melalui rehabilitasi dan repowering pembangkit yang ada serta pembangunan pembangkit baru terutama pembangkit listrik non BBM;
o   Penyempurnaan struktur industri penyediaan tenaga listrik, yang memberikan peluang lebih luas bagi investasi swasta secara lebih terbuka, kompetitif, profesional, dan terarah serta terpisah dari misi sosial, dan bagi badan usaha milik negara, pemerintah daerah; pemerintah pusat dan masyarakat untuk wilayah nonkomersil.
o   Penyempurnaan kebijakan tarif dan subsidi; penyempurnaan tarif diarahkan pada penerapan tarif regional yang strukturnya disesuaikan dengan Harga Pokok Produksi (HPP) bagi setiap kelompok pelanggan. Sedangkan subsidi diarahkan kepada optimalisasi dan pengembangan interkoneksi jaringan penyaluran yang lebih luas dan lebih optimal untuk meningkatkan efisensi, mengurangi hambatan penyaluran serta mengurangi berbagai bentuk losses;
o   Peningkatan manajemen pengelolaan usaha penyediaan tenaga listrik; good governace, kemampuan manajemen dan panataan sistem organisasi, serta memperkecil pengaruh intervensi politik dalam pengelolaan sistem ketenagalistrikan nasional;
o   Diversifikasi energi untuk pembangkit listrik; terutama panas bumi, hidro, gas dan batu bara, juga mulai dapat diterapkannya pembangkit listrik tenaga surya dan nuklir dalam sekala besar;
o   Pengembangan industri penunjang ketenagalistrikan nasional yang mengedepankan peningkatan kandungan lokal pengembangan daya guna iptek kelistrikan dalam negeri yang melibatkan dunia usaha, pendidikan, pemerintah, dan masyarakat secara terintegrasi dan bersifat strategis berbasis transfer knowledge termasuk pengembangan standarisasi produk dan sertifikasi kelistrikan nasional.

23. Pembangunan telematika diarahkan pada penetapan platform kompetisi jangka panjang dalam penyelenggaraan telekomunikasi; antisipasi implikasi dari konvergensinya telekomunikasi, TI dan penyiaran baik mengenai kelembagaan maupun peraturannya termasuk yang terkait dengan isu keamanan, kerahasiaan, privasi dan integritas informasi; Hak atas Kekayaan Intelektual; serta legalitas yang nantinya dapat mengakibatkan konvergensi pasar dan industri; optimalsi pembangunan dan pemanfaatan prasarana pos dan telematika dan prasarana non-telekomunikasi dalam penyelenggaraan telematika; pemanfaatan konsep teknologi netral yang responsif terhadap kebutuhan pasar dan industri namun tetap menjaga keutuhan sistem yang telah ada; peningkatan pengetahuan dan awareness masyarakat terhadap potensi pemanfaatan telematika serta pemanfaatan aplikasi berbasis teknologi informasi; serta pengembangan industri konten dan aplikasi sebagai upaya penciptaan nilai tambah dari informasi.

24. Pembangunan sumberdaya air diarahkan untuk menjaga keberlanjutan daya dukung sumber daya air dengan menjaga kelestarian fungsi daerah tangkapan air (catchment area) dan keberadaan air tanah; mewujudkan keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan melalui pendekatan demand management yang ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dan konsumsi air dan pendekatan supply management yang ditujukan untuk meningkatan kapasitas dan realibilitas pasokan air; memperkokoh kelembagaan sumber daya air untuk meningkatkan keterpaduan dan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.

Indonesia yang Maju dan Mandiri juga tercermin dari pembangunan yang semakin merata ke seluruh wilayah. Sasaran yang hendak dicapai dalam 20 tahun mendatang adalah terwujudnya peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah, termasuk berkurangnya kesenjangan antar wilayah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

25. Percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh didorong sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal di sekitarnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis, tanpa mempertimbangkan batas wilayah administrasi, tetapi lebih ditekankan pada pertimbangan keterkaitan mata-rantai proses industri dan distribusi. Upaya ini dapat dilakukan melalui pengembangan produk unggulan daerah, serta mendorong terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan kerjasama antar sektor, antar pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam mendukung peluang berusaha dan investasi di daerah.

26. Pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan dikendalikan dalam suatu sistem wilayah pembangunan metropolitan yang kompak, nyaman, efisien dalam pengelolaan, serta mempertimbangkan pembangunan yang berkelanjutan, melalui:
o   Penerapan manajemen perkotaan (urban-sprawl management) yang meliputi optimasi dan pengendalian pemanfaatan ruang serta pengamanan zona penyangga (buffer zone) di sekitar kota inti dengan penegakan hukum yang tegas dan adil, serta peningkatan peran dan fungsi kota-kota menengah dan kecil di sekitar kota inti agar kota-kota tersebut tidak hanya berfungsi sebagai dormitory town tetapi dapat menjadi kota mandiri;
o   Pengembangan kegiatan ekonomi kota (urban economic development) yang ramah lingkungan seperti industri jasa keuangan, perbankan, asuransi, industri telematika dan lain-lain; serta peningkatan kemampuan keuangan daerah perkotaan; peningkatan kemampuan keuangan daerah perkotaan;
o   Revitalisasi kawasan kota (urban revitalization) meliputi pengembalian fungsi kawasan melalui membangun kembali kawasan; peningkatan kualitas lingkungan fisik, sosial, budaya; serta penataan kembali pelayanan fasilitas publik, terutama pengembangan sistem transportasi masal yang terintegrasi antar moda.

27. Keberpihakan pemerintah ditingkatkan untuk mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal dan terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat dan dapat mengejar ketertinggalan pembangunannya dengan daerah lain. Pendekatan pembangunan yang perlu dilakukan selain dengan pemberdayaan masyarakat secara langsung melalui skema pemberian dana alokasi khusus, termasuk jaminan pelayanan publik dan keperintisan, perlu pula dilakukan penguatan keterkaitan kegiatan ekonomi dengan wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis dalam satu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’. 

28. Wilayah-wilayah perbatasan dikembangkan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking, sehingga kawasan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan pembangunan yang dilakukan selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan (security approach), juga diperlukan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach). Perhatian khusus diarahkan bagi pengembangan pulau-pulau kecil di perbatasan yang selama ini luput dari perhatian.

29. Pertumbuhan pembangunan antar kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil diseimbangkan secara hirarkis dalam suatu ‘sistem pembangunan perkotaan nasional.’ Upaya ini diperlukan untuk mencegah terjadinya ‘urban sprawl’ dan konurbasi, seperti yang terjadi di wilayah pantura Pulau Jawa, serta untuk  mengurangi arus migrasi masuk langsung dari desa ke kota-kota besar dan metropolitan, melalui penciptaan kesempatan kerja, termasuk peluang usaha, pada kota-kota menengah dan kecil, terutama di luar  Pulau Jawa. Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi (forward and backward linkages) sejak tahap awal mata rantai industri, tahap proses produksi antara, tahap akhir produksi (final process), sampai tahap konsumsi (final demand) di masing-masing kota sesuai dengan hirarkinya, serta perlu didukung, antara lain, peningkatan aksesibilitas dan mobilitas orang, barang dan jasa antar kota-kota tersebut.

30. Percepatan pembangunan kota-kota kecil dan menengah ditingkatkan, terutama di luar Pulau Jawa, sehingga diharapkan dapat menjalankan perannya sebagai ‘motor penggerak’ pembangunan wilayah-wilayah di sekitarnya, maupun dalam melayani kebutuhan warga kotanya. Pendekatan pembangunan yang perlu dilakukan, antara lain, memenuhi kebutuhan pelayanan dasar perkotaan seseuai dengan tipologi kota masing-masing.

31. Peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan dengan kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan didorong secara sinergis (hasil produksi wilayah perdesaan merupakan backward linkages dari kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan) dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’. Peningkatan keterkaitan tersebut memerlukan adanya perluasan dan diversifikasi aktivitas ekonomi dan perdagangan (non-pertanian) di pedesaan yang terkait dengan pasar di perkotaan. 

32. Pembangunan perdesaan didorong melalui: pengembangan agropolitan terutama bagi kawasan yang berbasiskan pertanian; peningkatan kapasitas sumber daya manusia di perdesaan khususnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya; pengembangan jaringan infrastruktur penunjang kegiatan produksi di kawasan perdesaan dan kota-kota kecil terdekat dalam upaya menciptakan keterkaitan fisik, sosial dan ekonomi yang saling komplementer dan saling menguntungkan; peningkatan akses informasi dan pemasaran, lembaga keuangan, kesempatan kerja dan teknologi; pengembangan social capital dan human capital yang belum tergali potensinya, sehingga kawasan perdesaan tidak semata-mata mengandalkan sumber daya alamnya saja; intervensi harga dan kebijakan perdagangan yang berpihak ke produk pertanian, terutama terhadap harga dan upah.

33. Pembangunan yang dilakukan di suatu wilayah saat ini masih sering dilakukan tanpa mempertimbangkan keberlanjutannya. Keinginan untuk memperoleh keuntungan ekonomi jangka pendek seringkali menimbulkan keinginan untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara berkelebihan sehingga menurunkan kualitas (degradasi) dan kuantitas (deplesi) sumber daya alam dan lingkungan hidup. Selain itu, sering pula terjadi konflik pemanfaatan ruang antar sektor. Salah satu penyebab terjadinya permasalahan tersebut karena pembangunan yang dilakukan dalam wilayah tersebut belum menggunakan Rencana Tata Ruang sebagai acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan antar sektor dan antar wilayah. Oleh karena itu, sangat penting untuk memanfaatkan rencana tata ruang sebagai landasan atau acuan kebijakan spasial bagi pembangunan lintas sektor maupun wilayah agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi, dan berkelanjutan. Rencana Tata Ruang Wilayah disusun secara hirarkis dari tingkat Nasional, Pulau, Provinsi, Kabupaten, dan Kota.

34. Menerapkan sistem pengelolaan tanah yang efisien, efektif, serta melaksanakan penegakan hukum terhadap hak atas tanah dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan demokrasi.  Selain itu, perlu dilakukan penyempurnaan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah melalui perumusan berbagai aturan pelaksanaan land reform, serta penciptaan insentif/disinsentif perpajakan yang sesuai dengan luas, lokasi, dan penggunaan tanah agar masyarakat golongan ekonomi lemah dapat lebih mudah mendapatkan hak atas tanah. Selain itu, menyempurnakan sistem hukum dan produk hukum pertanahan melalui inventarisasi dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan pertanahan dengan mempertimbangkan aturan masyarakat adat, serta peningkatan upaya penyelesaian sengketa pertanahan baik melalui kewenangan administrasi, peradilan, maupun alternative dispute resolution;  selain itu akan dilakukan penyempurnaan kelembagaan pertanahan sesuai dengan semangat otonomi daerah dan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, utamanya dalam kaitannya dengan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia bidang pertanahan di daerah.

35. Pengembangan kapasitas pemerintah daerah terus ditingkatkan melalui peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah; peningkatan kapasitas keuangan pemerintah daerah termasuk upaya peningkatan kemitraan dengan masyarakat dan swasta dalam pembiayaan pembangunan daerah ditingkatkan; penguatan lembaga legislatif. Selain itu, pemberdayaan masyarakat akan terus menerus ditingkatkan melalui: peningkatan pengetahuan dan keterampilan; peningkatan akses pada modal usaha dan sumber daya alam; pemberian kesempatan luas untuk menyampaikan aspirasi terhadap kebijakan dan peraturan yang menyangkut kehidupan mereka; peningkatan kesempatan dan kemampuan untuk mengelola usaha ekonomi produktif yang mendatangkan kemakmuran dan mengatasi kemiskinan.

Indonesia yang Maju dan Mandiri menuntut pelaksanaan politik luar negeri yang bebas dan aktif mengacu pada kepentingan nasional.

36. Peranan hubungan luar negeri ditingkatkan dengan penekanan pada proses pemberdayaan posisi Indonesia sebagai negara bangsa, termasuk peningkatan kapasitas dan integritas nasional melalui keterlibatan di organisasi-organisasi internasional, yang dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan diplomasi dan hubungan luar negeri dengan memaknai secara positif berbagai peluang menguntungkan bagi kepentingan nasional yang muncul dari perspektif baru dalam hubungan internasional yang dinamis; penguatan kapasitas dan kredibilitas politik luar negeri dalam rangka ikut serta menciptakan perdamaian dunia, keadilan dalam tata hubungan internasional, dan ikut berupaya mencegah disparitas yang terlalu besar di antara negara adidaya yang berbeda ideologi, sekaligus mencegah munculnya kekuatan hegemonik-unilateralistik di dunia; peningkatan kualitas diplomasi di fora internasional dalam upaya pemeliharaan keamanan nasional, integritas wilayah dan pengamanan kekayaan sumber daya alam nasional serta antisipasi terhadap berbagai isu-isu baru dalam hubungan internasional yang akan ditangani dengan parameter utamanya kepentingan nasional.; peningkatan efektivitas dan perluasan fungsi jaringan-jaringan kerjasama yang ada demi membangun kembali solidaritas ASEAN di bidang politik, kebudayaan, dan keamanan menuju terbentuknya komunitas ASEAN yang lebih solid; pemeliharaan perdamaian dunia melalui upaya peningkatan saling pengertian politik dan budaya, baik antar negara maupun antar masyarakat di dunia; peningkatan kerjasama internasional dalam membangun tatanan hubungan dan kerjasama ekonomi internasional yang lebih seimbang; penguatan jaringan hubungan dan kerjasama yang produktif antar aktor-aktor  negara dan aktor-aktor non-negara yang menyelenggarakan hubungan luar negeri.

Indonesia yang Maju dan Mandiri tercermin dari kemampuan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang memadai. Dalam kaitan itu sasaran yang hendak dicapai dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam 20 tahun mendatang adalah sebagai berikut.
o   Terwujudnya pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya alam dan perlindungan fungsi lingkungan hidup secara berkelanjutan, berkeadilan, dan berkeseimbangan dengan perolehan nilai tambah yang optimal bagi kepentingan negara dan untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat Indonesia.
o   Tercapainya peningkatan kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.

37. Pendayagunaan sumber daya alam yang terbarukan, seperti hutan, pertanian, perikanan, dan perairan dilakukan secara rasional, optimal, dan efisien, dengan mendayagunakan seluruh fungsi dan manfaat secara seimbang dan memperhatikan daya dukung dan kemampuan pulih alaminya. Pengelolaan sumber daya alam terbarukan, yang saat ini sudah berada dalam kondisi kritis, diarahkan pada upaya untuk merehabilitasi dan memulihkan daya dukungnya, dan selanjutnya diarahkan pada pemanfaatan aspek-aspek tak berwujud seperti jasa lingkungan sehingga tidak semakin merusak dan menghilangkan kemampuannya sebagai modal bagi pengelolaan pembangunan yang berkelanjutan. Hasil atau pendapatan yang berasal dari pemanfaatan sumber daya alam terbarukan diarahkan untuk diinvestasikan kembali guna menumbuhkembangkan upaya pemulihan, rehabilitasi, dan pencadangan untuk kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang.

38. Sumber daya alam yang tidak terbarukan, seperti bahan tambang, mineral dan sumber daya energi dikelola secara berkelanjutan dengan tidak mengkonsumsi langsung, melainkan memperlakukannya sebagai input untuk proses produksi berikutnya yang dapat menghasilkan nilai tambah yang optimal. Outputnya diarahkan untuk dijadikan sebagai kapital kumulatif. Alternatif lainnya dengan pemanfaatan yang diimbangi dengan upaya reklamasi dan pencarian sumber alternatif atau bahan substitusi yang terbarukan dan yang lebih ramah lingkungan. Hasil atau pendapatan yang diperoleh dari kelompok sumber daya alam ini diarahkan untuk percepatan pertumbuhan ekonomi dengan diinvestasikan pada sektor-sektor lain yang produktif khususnya dalam upaya untuk menghasilkan inovasi dan kreativitas pengelolaan sumber daya alam bagi keberlanjutan ekonomi nasional, dan untuk upaya rehabilitasi, penyelamatan dan konservasi kawasan tertentu, serta untuk memperkuat pendanaan dalam rangka pencarian sumber-sumber energi alternatif.

39. Efektivitas pemanfaatan sumber daya alam diarahkan pada peningkatan nilai tambah produk-produk sumber daya alam. Selain itu, diversifikasi produk dan pengolahan hasil sumber daya alam yang inovatif terus dikembangkan agar mampu menghasilkan barang dan jasa yang menghasilkan nilai tambah yang tinggi, termasuk untuk pengembangan mutu dan harga yang bersaing. Ini harus menjadi acuan bagi pengembangan industri yang berbasis sumber daya alam, di samping tetap menekankan pada pemeliharaan sumber daya alam yang ada dan sekaligus meningkatkan kualitas dan kuantitasnya. Selain itu juga diarahkan untuk membangun keberlanjutan bagi seluruh bidang pembangunan secara adil dan merata, sehingga tidak lagi hanya berlandaskan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga keberpihakan kepada aspek sosial dan lingkungan demi keberlanjutan pembangunan. Perhatian khusus ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat lokal agar masyarakat dapat memperoleh akses yang memadai dan menikmati hasil dari pemanfaatan sumber daya alam yang ada di wilayahnya.

40. Perhatian khusus diberikan pada pemanfaatan sumber daya alam yang masih mempunyai potensi besar untuk dikembangkan, seperti sumber daya laut, sehingga terjadi keseimbangan dalam pemanfaatan sumber daya alam yang ada antara daratan dan lautan. Mengingat cakupan dan prospek sumber daya kelautan yang sangat luas, maka arah pemanfaatannya dilakukan melalui pendekatan multisektor agar dapat meminimalisasi terjadinya konflik dan keberlanjutan sumber daya tersebut tetap terjaga kelestariannya. Di samping itu, mengingat kompleksnya permasalahan dalam pengelolaan sumber daya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil maka pendekatan keterpaduan dalam kebijakan dan perencanaan menjadi prasyarat utama dalam menjamin keberlanjutan proses ekonomi, sosial, dan lingkungan yang terjadi.

41. Sumber daya alam dikembangkan dan dimanfaatkan dengan memperhatikan keragaman jenis sumber daya alam yang ada di setiap wilayah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, mengembangkan wilayah strategis dan cepat tumbuh, serta memperkuat kapasitas dan komitmen daerah untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Peningkatan partisipasi masyarakat akan pentingnya pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup dilakukan melalui pemberdayaan terhadap berbagai institusi sosial dan ekonomi di tingkat lokal, serta pengakuan terhadap hak-hak adat dan ulayat atas sumber daya alam termasuk bagi pemerintah daerah. Pengelolaan sumber daya alam di luar pulau Jawa, terutama di kawasan tertinggal diberikan perhatian khusus agar dapat dikembangkan potensinya untuk percepatan pembangunan wilayah, namun tetap mengedepankan aspek keberlanjutan bagi generasi mendatang. Untuk itu diperlukan tata ruang wilayah yang mantap yang disertai penegakan hukumnya untuk menjadi pedoman pemanfaatan sumber daya alam yang optimal dan lestari.

42. Selain menghasilkan sumber daya, alam juga dapat menimbulkan bencana. Pembangunan berwawasan lingkungan dapat dilakukan dengan memberikan diseminasi dan sosialisasi informasi peringatan dini terhadap ancaman kerawanan bencana alam kepada masyarakat, mengingat kondisi geologi Indonesia yang secara geografis berada di kawasan pertemuan tiga lempeng tektonik. Untuk itu tantangan pembangunan ke depan, adalah perlunya ditingkatkan kegiatan pemetaan daerah bencana untuk mengurangi resiko terhadap investasi yang telah ditanamkan. Hal ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dan memberi perlindungan terhadap manusia dan harta benda dengan perencanaan wilayah yang peduli terhadap bencana geologi. 

43. Pembangunan ekonomi diarahkan pada kegiatan yang ramah lingkungan sehingga pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan dapat dikendalikan, serta diarahkan pula pada pengembangan ekonomi yang lebih memanfaatkan jasa lingkungan. Pemulihan dan rehabilitasi kondisi lingkungan hidup diprioritaskan pada upaya untuk meningkatkan daya dukung lingkungan dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.

44. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan peningkatan kelembagaan pengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup; penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas; sistem politik yang kredibel dalam mengendalikan konflik; sumber daya manusia yang berkualitas; perluasan penerapan etika lingkungan; serta asimilasi sosial budaya yang semakin mantap. Selanjutnya cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan perlu didorong melalui internalisasi ke dalam kegiatan produksi dan konsumsi, dan menanamkan nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses pembelajaran sosial, serta pendidikan formal pada semua tingkatan.

45. Pendidikan dan kampanye penyadaran serta kecintaan terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup ditingkatkan, terutama bagi generasi muda, sehingga tercipta sumber daya manusia yang berkualitas yang peduli terhadap isu sumber daya alam dan lingkungan hidup. Dengan demikian ke depan mereka mampu berperan sebagai penggerak bagi penerapan konsep pembangunan berkelanjutan dalam perilaku kehidupan sehari-hari.

Indonesia yang Maju dan Mandiri juga tercermin dari kualitas sumber daya manusia yang makin meningkat, termasuk peran perempuan dalam pembangunan. Pembangunan Sumber Daya Manusia diarahkan pada pencapaian sasaran secara umum berupa peningkatan kualitas SDM Indonesia yang ditandai dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan tercapainya penduduk tumbuh seimbang yang ditandai dengan angka reproduksi neto (NRR) sama dengan 1 atau ekuivalen dengan angka fertilitas total (TFR) sama dengan 2,1 per wanita usia reproduksi.

46. Dalam rangka memenuhi hak dasar warga negara untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan UUD 1945, pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dan mendukung pembangunan secara menyeluruh dengan mengacu pada paradigma sehat. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumberdaya manusia, obat dan perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan manajemen kesehatan dengan memperhatikan dinamika kependudukan, epidemiologi penyakit, perubahan ekologi dan lingkungan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan globalisasi dengan  semangat kemitraan, dan kerjasama lintas sektor. Perhatian khusus diberikan pada peningkatan perilaku  dan kemandirian masyarakat, pada upaya promotif dan preventif, dan pada pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin, daerah tertinggal dan daerah bencana.

47. Pembangunan pendidikan diarahkan untuk meningkatkan harkat, martabat dan kualitas SDM Indonesia sehingga dapat bersaing dalam era global dengan tetap berlandaskan pada norma kehidupan yang berlaku dalam masyarakat Indonesia secara luas dan tanpa diskriminasi. Oleh karena itu perlu disediakan layanan pendidikan yang bermutu dan terjangkau untuk semua jenis, jalur dan jenjang pendidikan serta pembebasan biaya pendidikan bagi peserta didik jenjang pendidikan dasar yang berasal dari keluarga miskin. Penyediaan pelayanan pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan sosial ekonomi Indonesia di masa depan termasuk untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui pendalaman penguasaan teknologi dan pemberian perhatian yang lebih besar pada masyarakat miskin, dan yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan kepulauan. Pembangunan pendidikan diarahkan pula untuk menumbuhkan kebanggaan kebangsaan, akhlak mulia serta kemampuan peserta didik untuk hidup bersama dalam masyarakat yang multikultur yang dilandasi oleh penghormatan pada hak asasi manusia.  Pendidikan sepanjang hayat didorong sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas penduduk Indonesia terutama penduduk usia dewasa. Disamping itu pengelolaan pendidikan dimantapkan agar efisien dan efektif dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance, serta untuk menghadapi persaingan dengan institusi pendidikan luar negeri yang akan semakin banyak di masa depan.

48. Peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan, serta kesejahteraan dan perlindungan anak di berbagai bidang pembangunan; penurunan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak; serta penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender di tingkat nasional dan daerah.

49. Pembangunan pemuda diarahkan pada peningkatan kualitas dan partisipasi pemuda di berbagai bidang pembangunan, sedangkan pembangunan olah raga diarahkan pada peningkatan budaya dan prestasi olah raga.

50. Pembangunan kesejahteraan sosial diarahkan pada peningkatan kualitas pelayanan, rehabilitasi dan pemberdayaan sosial masyarakat penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), dengan didukung oleh sistem hukum dan perlindungan sosial, termasuk penyediaan sarana pelayanan sosial yang memadai.

51. Sistem jaminan sosial dikembangkan bagi seluruh rakyat sebagai wahana yang luas untuk pengembangan mekanisme pemberdayaan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan dan diupayakan tidak merusak budaya tolong menolong yang telah berakar di masyarakat.

52. Dalam rangka menciptakan Indonesia yang maju, pembangunan agama diarahkan untuk memantapkan fungsi dan peran agama sebagai landasan moral dan etika dalam pembangunan, membina akhlak mulia, memupuk etos kerja, menghargai prestasi, dan menjadi kekuatan pendorong guna mencapai kemajuan dalam pembangunan.

53. Pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk melalui peningkatan pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk kesehatan reproduksi remaja dan keluarga berencana (KB) yang bermutu, efektif, merata, dan terjangkau, serta pemberdayaan keluarga menuju terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas.

54. Penataan persebaran dan mobilitas penduduk secara lebih seimbang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, melalui pemerataan pembangunan ekonomi dan wilayah, dan pembukaan kawasan-kawasan industrial terpadu yang lebih banyak lagi menampung tenaga kerja. Penataan administrasi kependudukan untuk mendukung perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan, dan mendorong terakomodasinya hak-hak penduduk dan perlindungan sosial.

55. Pelaksanaan desentralisasi dan otonomi pembangunan sumberdaya manusia, yang didukung oleh partisipasi aktif masyarakat, kerangka peraturan untuk mendorong pengelolaan pembangunan sumberdaya manusia yang menerapkan prinsip-prinsip good governance dengan mengedepankan akuntabilitas dan transparansi, melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pelaksanaan dan pengawasannya, serta dengan menerapkan sistem pembiayaan yang berprinsip pada pemerataan dan keadilan.

56. Peningkatan pengelolaan data dan informasi, penerapan dan pengembangan iptek, pengaturan hukum, serta administrasi pembangunan sumberdaya manusia secara terpadu dan saling mendukung, guna mencapai kualitas sumberdaya manusia yang setinggi-tingginya.

57. Pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya ditingkatkan sehingga dalam 20 tahun mendatang terpenuhi kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang yang market friendly, efisien, dan akuntabel serta terwujud kota tanpa permukiman kumuh (cities without slum) sesuai dengan Millennium Development Goals (MDGs). Sejalan dengan pemenuhan hunian yang layak, pembangunan prasarana dan sarana diarahkan pada peningkatan cakupan pelayanan air minum perpipaan secara nasional hingga mencapai 100 persen; peningkatan proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi dasar yang layak hingga mencapai 100 persen; dan pengembangan sistem sanitasi terpusat.

58. Pemenuhan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya diarahkan pada
o   Penyelenggaraan pembangunan perumahan yang berkelanjutan, memadai, layak dan terjangkau oleh daya beli masyarakat serta didukung oleh prasarana dan sarana permukiman yang mencukupi dan berkualitas yang dikelola secara profesional, credible, mandiri dan efisien.
o   Penyelenggaraan pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya yang mandiri, mampu membangkitkan potensi pembiayaan yang berasal dari masyarakat dan pasar modal, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan pemerataan dan penyebaran pembangunan.
o   Pembangunan pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya yang memperhatikan fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup.

Indonesia yang Adil dan Demokratis diarahkan pada pencapaian sasaran-sasaran pokok sebagai berikut.
o   Terciptanya supremasi hukum dan penegakan hak asasi manusia yang bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta tertatanya sistem hukum nasional yang mencerminkan kebenaran, keadilan, akomodatif  dan aspiratif.
o   Meningkatnya profesionalisme aparatur negara untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, dan bertanggungjawab, yang mampu mendukung pembangunan nasional.
o   Terwujudnya demokrasi, melalui konsolidasi demokrasi yang bertahap pada berbagai aspek kehidupan politik sehingga demokrasi konstitusional dapat diterima sebagai konsensus dan pedoman politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

59. Pembangunan hukum diarahkan pada makin terwujudnya sistem hukum nasional  yang bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang mencakup pembangunan materi hukum, struktur hukum termasuk aparat hukum dan sarana serta prasarana hukum serta perwujudan masyarakat yang mempunyai kesadaran dan budaya hukum yang tinggi dalam rangka mewujudkan negara hukum, menciptakan kehidupan masyarakat yang adil dan demokratis. Pembangunan hukum dilaksanakan  melalui pembaruan hukum dengan tetap memperhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku dan pengaruh globalisasi sebagai upaya untuk meningkatkan kepastian dan perlindungan hukum, penegakan hukum dan hak asasi manusia, kesadaran hukum, serta pelayanan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran, ketertiban dan kesejahteraan dalam rangka penyelenggaraan negara yang makin tertib dan teratur, serta penyelenggaraan pembangunan nasional yang makin lancar.

60. Pembangunan materi hukum diarahkan untuk melanjutkan pembaruan produk hukum untuk menggantikan peraturan perundang-undangan warisan kolonial yang mencerminkan nilai-nilai sosial dan kepentingan masyarakat Indonesia serta mampu mendorong tumbuhnya kreativitas dan pelibatan masyarakat yang sangat dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional yang bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang mencakup perencanaan hukum, pembentukan hukum, penelitian dan pengembangan hukum.

61. Perencanaan hukum sebagai bagian dari proses pembangunan materi hukum harus diselenggarakan dengan memperhatikan berbagai aspek yang mempengaruhi baik di dalam masyarakat sendiri maupun dalam rangka pergaulan masyarakat internasional yang dilakukan secara terpadu dan meliputi semua bidang pembangunan sehingga produk hukum yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

62. Pembentukan hukum diselenggarakan melalui proses secara terpadu dan demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta menghasilkan produk hukum beserta peraturan pelaksanaan yang dapat diaplikasikan pelaksanaannya secara efektif, dengan didukung oleh penelitian dan pengembangan hukum yang didasarkan pada aspirasi dan kebutuhan masyarakat.

63. Penelitian dan pengembangan hukum diarahkan pada semua aspek kehidupan sehingga  hukum nasional selalu dapat mengikuti perkembangan dan dinamika pembangunan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat baik sesuai dengan kebutuhan saat ini dan masa depan. Untuk meningkatkan kualitas penlitian dan pengembangan hukum kerjasa dengan berbagai komponen lembaga terkait baik di dalam maupun di luar negeri.

64. Pembangunan struktur hukum diarahkan untuk memantapkan dan mengefektifkan berbagai organisasi dan lembaga hukum, profesi hukum dan badan peradilan sehingga aparatur hukum mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya secara profesional. Kualitas dan kemampuan aparatur hukum dikembangkan melalui peningkatan kualitas dan profesionalisme melalui sistem pendidikan dan pelatihan dengan kurikulum yang akomodatif terhadap setiap perkembangan pembangunan; dan pengembangan sikap aparatur hukum yang menunjung tinggi kejujuran, kebenaran, keterbukaan dan keadilan, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, serta bertanggung jawab dalam bentuk perilaku yang teladan.

65. Perbaikan kesejahteraan aparatur hukum serta sarana serta prasarana hukum yang memadai harus didukung secara penuh agar pelaksanaan tugas dan kewajiban aparatur hukum dapat berjalan dengan baik dan terhindar dari pengaruh dan intervensi pihak-pihak dalam bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme.

66. Peningkatan perwujudan masyarakat yang mempunyai kesadaran hukum yang tinggi terus ditingkatkan dengan lebih memberikan akses  yang terhadap segala informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat, memberikan akses kepada masyarakat terhadap pelibatan dalam berbagai proses pengambilan keputusan pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga setiap anggota masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibannya sebagai warga negara serta terbentuk perilaku warga negara Indonesia yang mempunyai rasa memiliki dan taat hukum. Peningkatan perwujudan masyarakat yang mempunyai kesadaran hukum yang tinggi harus didukung oleh pelayanan dan bantuan hukum kepada masyarakat dengan biaya yang terjangkau, proses yang tidak berbelit dan penetapan putusan yang mencerminkan rasa keadilan masyarakat.

67. Penerapan dan penegakan hukum dan hak asasi manusia dilaksanakan secara tegas, lugas dan profesional dengan tetap berdasarkan pada penghormatan terhadap hak asasi manusia, keadilan dan kebenaran, terutama dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan persidangan yang transparan, dan terbuka dalam rangka mewujudkan tertib sosial dan disiplin sosial, sehingga mendukung pembangunan serta memantapkan stabilitas nasional yang mantap dan dinamis.

68. Pemantapan lembaga peradilan sebagai implikasi satu atap pada Lembaga Mahkamah Agung perlu secara terus menerus dilakukan agar pengembangan lembaga peradilan; peningkatan kualitas dan profesionalisme hakim pada semua lingkungan peradilan; dukungan sarana dan prasarana pada semua lingkungan peradilan sehingga akan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap citra lembaga peradilan sebagai benteng terakhir pencari keadilan.


69. Penyelenggaraan negara dilakukan melalui penuntasan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan, termasuk KKN, peningkatan kualitas penyelenggaraan administrasi negara, dan peningkatkan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan.

70. Penuntasan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dicapai dengan penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik pada semua tingkat dan lini pemerintahan dan pada semua kegiatan; pemberian sanksi yang seberat-beratnya kepada pelaku penyalahguna kewenangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; peningkatan instensitas dan efektivitas pengawasan aparatur negara melalui pengawasan internal, pengawasan fungsional dan pengawasan masyarakat; peningkatan etika birokrasi dan budaya kerja serta pengetahuan dan pemahaman para penyelenggara negara terhadap prinsip-prinsip ketatapemerintahan yang baik.

71. Peningkatan kualitas penyelenggaraan administrasi negara dicapai dengan penataan kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan agar lebih memadai, ramping, luwes dan responsif; peningkatan efektivitas dan efisiensi ketatalaksanaan dan prosedur administrasi negara pada semua tingkat dan antar tingkat pemeritahan; penataan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia aparatur agar sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat; peningkatan kesejahteraan pegawai dan pemberlakuan sistem karier berdasarkan prestasi.

72. Peningkatan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan dicapai dengan peningkatan kualitas pelayanan publik terutama pelayanan dasar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat; serta peningkatan kapasitas masyarakat untuk dapat mandiri, berpartisipasi dalam proses pembangunan dan mengawasi jalannya pemerintahan.

73. Struktur politik disempurnakan dengan titik berat pada proses pelembagaan demokrasi dengan mempromosikan dan mensosialisasikan pentingnya keberadaan sebuah Konstitusi yang lebih kuat dan memiliki kredibilitas tinggi sebagai pedoman dasar bagi sebuah proses demokratisasi berkelanjutan; menata hubungan antara kelembagaan politik dengan kelembagaan pertahanan keamanan dalam kehidupan bernegara; meningkatkan kinerja lembaga-lembaga penyelenggara negara dalam menjalankan kewenangan dan fungsi-fungsi yang diberikan oleh Konstitusi dan peraturan perundangan; memantapkan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, serta mencegah disintegrasi wilayah dan perpecahan bangsa; mewujudkan rekonsiliasi nasional secara berkelanjutan; serta menciptakan pelembagaan lebih lanjut untuk mendukung berlangsungnya konsolidasi demokrasi  secara berkelanjutan.

74. Peran negara dan masyarakat ditata dengan titik berat pada pembentukan kemandirian dan kedewasaan masyarakat, dan pembentukan kelas menengah yang kuat dalam bidang ekonomi dan pendidikan. Disamping itu, penataan peran negara dan masyarakat diarahkan pada penataan fungsi-fungsi tradisional yang positif dari pranata-pranata kemasyarakatan, lembaga hukum dan lembaga politik untuk membangun kemandirian masyarakat dalam mengelola berbagai potensi konflik sosial yang merusak.

75. Budaya politik dikembangkan dengan titik berat pada proses penanaman nilai-nilai demokratis diupayakan melalui penciptaan kesadaran budaya dan penanaman nilai-nilai politik demokratis terutama penghormatan nilai-nilai hak asasi manusia, nilai-nilai persamaan, anti kekerasan, serta nilai-nilai toleransi politik, melalui berbagai wacana dan media; serta perwujudan berbagai wacana dialog bagi peningkatan kesadaran mengenai pentingnya memelihara persatuan bangsa.

76. Proses politik ditata dengan titik berat pada proses pengalokasian/representasi kekuasaan melalui peningkatan secara terus menerus proses dan mekanisme seleksi publik yang lebih terbuka bagi para pejabat politik dan publik, serta calon pemimpin nasional; perwujudan komitmen politik yang tegas terhadap pentingnya kebebasan media massa, keleluasaan berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat setiap warganegara berdasarkan aspirasi politiknya masing-masing.

77. Peranan komunikasi dan informasi ditingkatkan dengan penekanan pada proses pencerdasan masyarakat dalam kehidupan politik dan dilakukan dengan  mewujudkan  kebebasan pers yang lebih mapan dan terlembaga serta menjamin hak masyarakat luas untuk berpendapat dan mengontrol jalannya penyelenggaraan negara secara cerdas dan demokratis; mewujudkan pemerataan informasi yang lebih besar dengan mendorong dan melindungi munculnya media-media massa daerah yang bebas; mewujudkan deregulasi yang lebih besar dalam bidang penyiaran sehingga dapat lebih menjamin pemerataan informasi secara nasional dan mencegah monopoli informasi; menciptakan jaringan informasi yang lebih bersifat interaktif antara masyarakat dan kalangan pengambil keputusan politik untuk menciptakan kebijakan yang lebih mudah dipahami masyarakat luas; menciptakan jaringan teknologi informasi dan komunikasi yang mampu menghubungkan seluruh link informasi yang ada di pelosok nusantara sebagai suatu kesatuan yang mampu mengikat dan memperluas integritas bangsa; memanfaatkan jaringan teknologi informasi dan komunikasi secara efektif agar mampu memberikan informasi yang  lebih komprehensif kepada masyarakat internasional supaya tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat meletakkan Indonesia pada posisi politik yang menyulitkan.

78. Pembangunan agama diarahkan untuk memantapkan fungsi dan peran agama sebagai landasan moral dalam pembangunan nasional serta basis etika sosial dalam penyelenggaraan negara guna mewujudkan pemerintahan yang bersih.

Indonesia yang Aman dan Bersatu tercermin dari meningkatnya rasa aman dan damai bagi seluruh rakyat serta terjaganya keutuhan wilayah NKRI dan kedaulatan negara dari ancaman baik dari dalam negeri maupun luar negeri dengan pencapaian sasaran-sasaran pokok sebagai berikut.
o   Terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, dan bermoral tinggi yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beriman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, toleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, dan berorientasi iptek.
o   Makin mantapnya budaya bangsa yang tercermin dalam meningkatnya peradaban, harkat dan martabat manusia Indonesia, dan memperkuat jati diri dan kepribadian bangsa.
o   Terwujudnya kemampuan pertahanan dan keamanan yang mampu menegakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan bangsa dengan daya tangkal yang tangguh terhadap segala ancaman serta mampu menciptakan kondisi masyarakat yang aman, damai, tertib dan tenteram tercermin dari kehandalan segenap komponen kekuatan pertahanan keamanan, yaitu: TNI yang profesional, komponen cadangan dan pendukung pertahanan yang kuat terutama bela negara masyarakat dengan dukungan industri pertahanan yang handal; Polri yang profesional, partisipasi kuat masyarakat  dalam bidang keamanan, intelijen dan kontra intelijen yang efektif, serta mantapnya koordinasi antara institusi pertahanan dan keamanan.

79. Pembangunan agama diarahkan untuk meningkatkan kerukunan hidup umat beragama dengan meningkatkan rasa saling percaya dan harmonisasi antarkelompok masyarakat. Dimensi kerukunan ini sangat penting dalam rangka membangun masyarakat yang memiliki kesadaran mengenai realitas multikulturalisme dan memahami makna kemajemukan sosial sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, tenggang rasa, dan harmonis.

80. Pembangunan dan pemantapan jatidiri bangsa ditujukan untuk mewujudkan karakter bangsa dan sistem sosial yang berakar, unik, modern dan unggul. Jatidiri tersebut merupakan kombinasi antara nilai luhur bangsa - seperti religius, kebersamaan dan persatuan - dan nilai modern yang universal - seperti etos kerja dan prinsip tata kepenerintahan yang baik. Pembangunan jatidiri bangsa tersebut dilakukan melalui transformasi, revitalisasi, dan reaktualisasi tata nilai budaya bangsa yang mempunyai potensi unggul dan menerapkan nilai modern yang membangun.

81. Pemantapan integrasi bangsa berbasis multikultur diarahkan agar keragaman menjadi sumber kekuatan ikatan kebangsaan. Penggunaan bahasa Indonesia akan diperluas dalam memperkuat ikatan kebangsaan. Pemantapan integrasi bangsa berbasis multikultur dilakukan dengan mengembangkan berbagai wujud ikatan kebangsaan baik yang bersifat emosional maupun rasional. Dalam kaitan itu pembangunan pendidikan didorong untuk menumbuhkan kebanggaan kebangsaan, akhlak mulia, serta kemampuan peserta didik untuk hidup bersama (how to live together) dalam masyarakat yang multi-kultur.

82. Pembangunan pertahanan diarahkan pada upaya-upaya terus-menerus pengembangan sistem dan strategi pertahanan, refokusing postur dan struktur pertahanan,  peningkatan profesionalisme TNI, pembangunan secara efektif alutista, pemantapan komponen cadangan pendukun pertahanan, agar mampu menegakkan kedaulatan negara, menjaga keselamatan bangsa, serta keutuhan wilayah NKRI yang meliputi wilayah darat yang tersebar dan beragam, wilayah yurisdiksi laut hingga meliputi ZEE Indonesia dan landasan kontinen, serta ruang udara nasional.

83. Sistem dan strategi pertahanan nasional secara terus menerus disempurnakan yang melibatkan seluruh potensi nasional melingkupi komponen utama pertahanan, komponen cadangan pendukung pertahanan dan diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, terarah, dan berkelanjutan dalam tahapan. Sistem dan strategi pertahanan dibangun sebagai pengembangan dari sistem pertahanan semesta atas dasar pengembangan sistem berdasarkan ancaman menuju pengembangan berdasarkan kapabilitas pertahanan.

84. Refokusing postur dan struktur pertahanan diarahkan untuk dapat menjawab segera kemungkinan tantangan, permasalahan aktual, dan pembangunan kapabilitas jangka panjang yang sesuai dengan kondisi geografis dan dinamika masyarakat. Postur dan struktur pertahanan matra darat diarahkan untuk mampu mengatasi kondisi medan dan topografis yang beragam, melakukan pergerakan cepat antar wilayah dan pulau, dan mengatasi ancaman dengan efisien. Postur dan struktur matra laut diarahkan untuk membangun kemampuan untuk mengatasi luasnya wilayah laut nusantara di permukaan dan kedalaman dan memberikan dukungan dan kompatibilitas terhadap pergerakan matra darat dan udara. Postur dan struktur matra udara diarahkan untuk dapat mengawasi terutama ruang udara nasional dan sebagian ruang udara regional, mampu melampui kebutuhan minimal penjagaan ruang udara nasional, memulai pemanfaatan ruang angkasa, dan memberika dukungan operasi bersama antar matra.

85. Peningkatan profesionalisme TNI dilaksanakan dengan tetap menjaga netralitas politik dan memusatkan diri pada tugas-tugas pertahanan dalam bentuk operasi militer untuk perang maupun operasi militer selain perang melalui fokus pengembangan SDM dan pembangunan Alutista. Sebagai komponen utama pertahanan, sumber daya manusia TNI disiapkan dengan kecukupan jumlah personil setiap matra, kesiapan yang diwujudkan dalam kondisi selalu terlatih, memiliki penguasaan lapangan yang tinggi, penguasaan operasional dan perawatan peralatan perang modern, memiliki doktrin dan organisasi militer yang solid, memiliki manajemen pribadi yang baik, mampu mengemban pelaksanaan tugas kemanusiaan, tanggap terhadap kemajuan teknologi dan perkembangan sosial masyarakat, serta memiliki kompetensi dalam masa purna tugas. Peningkatan profesionalisme dari SDM TNI tersebut dimbangi dengan meningkatkan kesejahteraan melalui kecukupan gaji, penyediaan dan fasilitasi rumah tinggal,  jaminan kesehatan, peningkatan pendidikan, dan penyiapan skema asuransi masa tugas.

86. Peningkatan kondisi dan jumlah alat utama sistem senjata masing-masing matra dilaksanakan menurut validasi postur dan struktur pertahanan untuk dapat melampui kebutuhan minimum essential force. Pemenuhan kebutuhan alutista dipenuhi secara bertahap sejalan dengan kemampuan keuangan negara atas dasar perkembangan teknologi, prinsip kemandirian, kemudahan interoperabilitas dan perawatan, serta aliansi strategis. Pengembangan alutista diarahkan dengan strategi akuisisi alat teknologi tinggi dengan efek deterrence dan pemenuhan kebutuhan dasar operasional secara efektif dan efisien dengan mendayagunakan dan mengembangkan potensi dalam negeri dalam prinsip keberlanjutan.

87. Pemantapan komponen cadangan dan pendukung pertahanan negara dalam kerangka basis strategi teknologi, dan pembiayaan terus ditingkatkan dalam proses yang bersifat kontinu maupun terobosan. Peningkatan kemampuan komponen dukungan pertahanan tersebut meliputi penguasaan kemampuan pemanfaatan kondisi sumber daya alam dan buatan, sinkroniasi pembangunan sarana dan prasarana nasional terhadap kepentingan pertahanan, partisipasi civil society dalam penyusunan kebijakan pertahanan, komponen bela negara masyarakat, dukungan mutualisme industri strategis secara langsung maupun kemampuan konversi industri, serta keberlanjutan pembiyaan melalui rekayasa keuangan (financial engineering).

88. Perlindungan wilayah yurisdiksi laut Indonesia ditingkatkan dalam upaya melindungi sumber daya laut bagi kemakmuran sebesar-besarnya rakyat. Perlindungan terhadap wilayah yurisdiksi laut Indonesia dilakukan dengan meningkatkan kekuatan dan kemampuan pertahanan untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum internasional (UNCLOS) serta dengan meningkatkan kemampuan deteksi dan penangkalan di laut. Perlindungan wilayah yurisdiksi udara Indonesia ditingkatkan sebagai upaya untuk menjaga kedaulatan nasional secara menyeluruh dengan membangun sistem pemantauan dan deteksi nasional di wilayah udara serta meningkatkan kemampuan menangkal penerbangan illegal.

89. Kebijakan pembangunan keamanan diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme Polri beserta institusi terkait dengan masalah keamanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam rangka mewujudkan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.




90. Peningkatan profesionalisme Polri dicapai melalui pembangunan kompetensi pelayanan inti, memperbaiki rasio polisi terhadap penduduk, pembinaan SDM, pemenuhan kebutuhan alat utama, serta membangun pengawasan dan mekanisme kontrol lembaga kepolisian. Arah pengembangan organisasi dan fungsi kepolisian disesuaikan dengan perubahan kondisi lingkungan strategis faktor pengendali utamanya adalah antisipasi perkembangan karakter kewilayahan dan faktor-faktor demografis. Profesionalisme SDM kepolisian ditingkatkan melalui penyempurnaan seleksi, perbaikan pendidikan dan pelatihan, dan pembangunan spirit of  the corps. Peningkatan profesionalisme tersebut diikuti dengan peningkatan bertahap kesejahteraan aparat kepolisian melalui kenaikan penghasilan, penyediaan dan fasilitasi rumah tinggal, jaminan kesehatan, dan tunjangan purna tugas.





91. Peran serta masyarakat dalam penciptaan keamanan masyarakat akan dibangun melalui mekanisme pemolisian masyarakat. Pemolisian masyarakat berarti masyarakat turut bertanggung jawab dan berperan aktif dalam penciptaan keamanan dan ketertiban dalam bentuk kerjasama dan kemitraan dengan polisi dalam menjaga keamanan dan ketertiban.

92. Profesionalisme intelijen dan kontra intelijen ditingkatkan dalam mendeteksi, melindungi, dan melakukan tindakan pencegahan berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang berpengaruh terhadap kepentingan keamanan nasional.

93. Koordinasi antara institusi pertahanan dan keamanan terus ditingkatkan meliputi intelijen dan kontra intelijen, Polri, dan TNI dalam upaya menanggulangi masalah aktual keamanan nasional khususnya: masalah separatisme, terorisme, konflik horizontal, dan kejahatan transnasional untuk kemudian dapat memantapkan kondisi keamanan nasional secara keseluruhan.