PAPUA
BUKAN “ IBARAT PRAKATA”
Oleh: Maiton Gurik
(Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik
Universitas Nasional Jakarta)
Malangnya nasib Papua yang ‘tak berkaki,’ tak
menginjak bumi, tak mampu pula menyentuh langit’ adalah ibarat makhluk air
diatas danau hijau, yang penuh misteri, seolah ada didalam namun sebernarnya
tiada, untuk diambil manfaat bagi kemanusiaan dan peradaban Papua. Atau bisa
pula, gambaran Papua seperti teori yang tak berguna, seperti benih yang ditanam
kemudian mati muda, karena tak ada yang mau merawat dan membesarkannya.
Nasib Papua, sebaiknya jangan dibiarkan ia menjadi sepi dari pencarian, perenungan, tanpa
sentuhan tangan perbaikan, proses berpikir kreatif yang sungguh-sungguh. Jangan
pula Papua hanya sebatas ‘diare kata-kata’. Banyak dikeluarkan, tapi kemudian
berakibat tubuh menjadi lemas tak berdaya.
Mengelaborasi Papua adalah bagian dari kerja
kemanusiaan yang berada digaris terdepan komunitas-komunitas Papua. Nasib Papua
akan baik bila ia mengandung unsur yang rinci, sistematis dan mampu di
perbandingkan. Akan lebih baik jika ia suatu yang indah, cantik rupawaan
pilihan katanya, potensi menyimpan milyaran energi perubahan, mampu mengungkap
akar persoalan, untuk membuka para pencari solusi.
Namun, banyak pula nasib Papua yang tak dikenal oleh
mereka, tak menarik untuk di pertontokan lewat ‘layar kaca mereka’. Papua itu
dianggap ‘foto model belia; yang nasibnya ‘ ibarat buku tua,’ yang dibiarkan
tertindih diam dibawah kepala, menjadi bantal alas tidur saja. Sekedar ada,
tapi tiada, tiada diperhitungkan dan tidak mampu memberikan inspirasi,
seakan-akan Papua itu ‘ibarat prakata’ saja.
Papua bukan prakata atau sebuah teori yang jelek dan
tak menarik untuk diperdebatkan dan tidak mengundang orang untuk memberikan
ulasan, sehingga ia tidak memperoleh kesempatan yang pantas dan proposional.
Nasibnya akan mati kesepian. Papua bukan Teori tanpa kontestasi (pertarungan,
pengujian nalar), sungguh tak berarti untuk disebut ‘telah lahir’.
Untuk itu mari kita “mengenal Papua bukan ibarat
prakata-kata Klasik” untuk dikunyah, dibolak- balik oleh gigi dan lidah,
digiling didalam mulut, dirasakan dan dinikmati, sebelum ditelan
bulat-bulat atau dimuntahkan jika ternyata kurang berkenan. Masalah Papua bukanlah
sekedar tempelan atau pajangan, seperti foto pemandagan. Ia perlu di komentari,
diberi makan, diskusikan, disampaikan, diperjuangkan sampai pada “ Tak Ada KATA- Prakata”.