Rabu siang (15/08) pada pukul 11:30
WIB, asrama mahasiswa papua didatangi oleh ormas yang menginginkan penaikan
bendera merah putih di asrama mahasiswa Papua. Anggota ormas yang datang
sekitar 30 orang. Penghuni Asrama membuka diri dengan mempersilakan perwakilan
ormas untuk masuk dan melakukan dialog pada pukul 12:30 WIB. Pada saat penghuni
asrama membuka diri untuk melakukan dialog secara baik-baik terkait dari tujuan
ormas mendatangi asrama Papua, pihak ormas mengatakan ingin bendera merah putih
agar dikibarkan di asrama Papua. Saat dialog belum selesai, belasan anggota
ormas memaksa masuk ke dalam asrama. Kemudian, penghuni asrama meminta belasan
anggota ormas untuk keluar terlebih dahulu agar negosiasi dapat diselesaikan.
Anggota ormas tidak terima permintaan penghuni dan tiba-tiba melakukan
pemukulan kepada salah satu penghuni.
Penghuni tersebut menerima tindakan
pemukulan dari tiga anggota ormas, sehingga ia panik dan lari ke dapur untuk
mencari barang yang dapat digunakan untuk membela diri. Dengan spontan, ia
mengambil parang yang biasa digunakan untuk membelah kayu bakar guna membela
diri. Melihat hal tersebut, anggota ormas yang sebelumnya masuk ke dalam asrama
berhamburan keluar. Salah satu anggota ormas yang sedang berlari keluar
bertabrakan dengan anggota ormas lain dan terjatuh di halaman asrama hingga
mengalami luka di tangannya. Anggota ormas yang keluar dari asrama memprovokasi
anggota ormas yang berada di luar asrama, sehingga terjadi pelemparan kepada
penghuni asrama dengan menggunakan batu dan botol kaca.
Dilansir dari SBO TV, mengutip
pernyataan saudara Basuki Rahmad sebagai perwakilan dari ormas, bahwa saat itu
terjadi pembacokan terhadap salah satu anggota ormas. Hal ini, merupakan
pernyataan yang tidak berdasar, tanpa bukti yang jelas, dan tidak sesuai dengan
kondisi di lapangan, karena penghuni asrama menjadi saksi dan membantah adanya dugaan
pembacokan seperti yang dikatakan oleh saudara Basuki Rahmad.
Saat kejadian ini terjadi sekitar
pukul 11:30-12:30 WIB, diketahui terdapat dua orang polisi yang berada di lokasi
dan melihat kejadian, sayangnya oknum polisi ini hanya melihat tanpa melakukan
upaya untuk menghentikan penyerangan. Padahal, salah satu penghuni asrama
mengalami luka ringan akibat pemukulan oleh salah satu anggota ormas.
Perihal pemasangan bendera merah
putih di asrama, penghuni tidak ada yang merasa keberatan. Namun, penghuni
hanya membutuhkan waktu untuk berkoordinasi dengan pengurus asrama yang tidak
sedang berada di Surabaya. Pada akhirnya, bendera merah putih dikibarkan pada
Rabu siang (15/08), bahkan hingga pukul 06:00 WIB (16/08) bendera masih tetap
berkibar tanpa ada rasa keberatan dari penghuni. Hal yang sangat disayangkan
adalah terjadinya gesekan pada siang hari dan penghuni merasa diintimidasi
dengan masuknya belasan anggota ormas secara paksa, padahal jika pihak ormas
dan penghuni berdialog secara baik-baik bendera pasti akan dipasang pada saat
itu juga.
Menurut Undang-undang nomor 24 tahun
2009, Bendera Merah Putih wajib dikibarkan oleh setiap warga negara Indonesia
di setiap perayaan 17 Agustus. Sehingga, kewajiban untuk memasang bendera merah
putih yang dipahami oleh penghuni asrama adalah pada tanggal 17 Agustus, atau
setidaknya satu hari sebelumnya yaitu pada tanggal 16 Agustus.
Sebelumnya beberapa dari penghuni
asrama mengatakan bahwa mereka di datangi oleh Satpol PP dan memberikan surat
himbauan walikota untuk mengibarkan bendera merah putih dari tanggal 14 hingga
18 Agustus. Keterlambatan koordinasi menjadi penyebab bendera merah putih belum
dinaikkan hingga hari rabu siang pukul 12:00 WIB (15/08). Namun, masalah
tersebut tidak perlu sampai menimbulkan gesekan antara ormas dengan penghuni
asrama. Karena dirasa cukup dengan bermusyawarah secara kekeluargaan.
Kejadian berlanjut ketika pukul 19:50
WIB dimana mulai ada sekitar 50 polisi yang datang dan berjaga di area sekitar asrama.
Perwakilan pihak kepolisian kemudian bernegosiasi dengan pengacara LBH Surabaya
dan menyepakati untuk menyerahkan barang bukti dugaan pembacokan, dan meminta
perwakilan salah satu penghuni asrama berinisial HR, namun HR bukanlah penghuni
asrama namun pihak kepolisian tetap memaksa HR untuk
ke polrestabes sebagai saksi. Barang bukti tersebut
diterima oleh pihak penyidik dan akan dibuatkan surat berita acara penyerahan
barang bukti.
Namun,
pada pukul 20.10 WIB, sekitar 30 anggota kepolisian memaksa masuk untuk
menunjukkan surat perintah penangkapan dan penggeledahan kepada pihak penghuni
asrama. Namun, salinan surat penangkapan dan penggeledahan tidak diberikan
kepada penghuni asrama, sehingga penghuni asrama tidak bisa memahami secara
jelas maksud dan tujuan penggeledahan dan penangkapan tersebut. Padahal, dalam
KUHAP Pasal 18 Ayat (1) dengan jelas mengatakan bahwa surat
penggeledahan/pengkapan harus diperlihatkan dan diberikan kepada pihak
tersangka.
Surat penangkapan secara sepihak
mengatakan bahwa telah ada tersangka atas nama EY, yang saat kejadian bahkan
tidak sedang berada di Kota Surabaya. Padahal penetapan tersangka menurut
peraturan Kapolri no. 12 tahun 2009 Pasal 66 Ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa
status tersangka hanya dapat ditetapkan oleh penyidik kepada seseorang setelah
hasil penyidikan yang dilaksanakan memperoleh bukti permulaan yang cukup,
minimal 2 jenis alat bukti dan melalui gelar perkara.
Saat
itu, puluhan anggota aparat kepolisian memaksa masuk untuk mencari pelaku dugaan
pembacokan. Beberapa personil terlihat bersenjata lengkap beserta rompi anti
peluru dan beberapa menggunakan pakaian preman. Akan tetapi, nama yang dicari adalah
salah satu anggota asrama yang sama sekali tidak terlibat dalam kejadian di
siang hari karena sedang berada di luar kota bersama keluarga yang sedang
berkabung. Setelah tidak menemukan salah seorang yang dicari, tiba-tiba Kapolrestabes Surabaya datang meminta seluruh
penghuni agar keluar dari asrama dan masuk ke dalam mobil truk polisi. Pukul
22:14 WIB, sebanyak 49 penghuni asrama dan mahasiswa Papua non-asrama
digelandang menuju polrestabes Surabaya.
Disini
terjadi kesalahan fatal dari pihak kepolisian karena tidak memberikan surat panggilan/penangkapan
sebelumnya kepada 49 orang yang digelandang ke polrestabes Surabaya. Pihak
kepolisian berdalih bahwa penangkapan 49 orang ini berstatus sebagai saksi.
Seharusnya, menurut Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012, Pasal 27 Ayat 3
bahwa pihak kepolisian memberikan surat pemanggilan terlebih dahulu dengan
tenggat waktu 3 hari sudah diterima sebelum waktu untuk datang memenuhi
panggilan. Dan Ayat 4 mengatakan bahwa surat pemanggilan pun harus dengan tanda
terima saksi untuk memenuhi panggilan
Sesampainya
di polrestabes Surabaya, kawan-kawan yang digelandang ini diminta untuk
menunggu kedatangan Kapolrestabes Surabaya untuk dilakukan penyidikan. Tepat hari Kamis
16/08/18 pukul 00.15 WIB, sampai dengan pukul 07:25 WIB dilakukan proses
penyidikan. namun dalam proses penyidikan, pihak penyidik menanyakan beberapa
pertanyaan yang tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya yang tertulis dalam
format pertanyaan. Sifatnya menggiring kawan-kawan Papua
untuk mengakui kesalahan yang sebenarnya tidak dilakukan, Seperti di tunjukan
salah satu barang bukti (foto parang) yang mirip dengan senjata khas papua, tetapi
sebenarnya barang bukti itu bukan khas Papua, namun parang biasa yang digunakan
untuk memotong kayu bakar. Dan barang ini juga terdapat di daerah lain. Adapun beberapa pertanyaan lain misalnya yang dialami kawan HR, dalam
penyidikan ia merasa tergiring oleh beberapa pertanyaan seperti pada foto yang
ditunjukan oleh penyidik berupa gambar yang cukup jelas menunjukkan terduga
pelaku, namun kawan HR sendiri tidak mengenali orang yang dimaksud pada foto
tersebut. Kemudian pada foto kedua, gambar yang diperlihatkan sangat buram.
Lucunya, pertanyaannya mengacu pada lokasi yang ditunjuk, bukan merujuk kepada
obyek manusia yang terduga sebagai pelaku.
Saat
penyidikan berlangsung, 49 kawan Papua yang
berada di polrestabes
melakukan mogok makan, alasannya bahwa kawan-kawan Papua
saat itu digiring untuk mengakui kesalahan yang tidak dilakukan. Dan juga,
kawan-kawan Papua saat itu ada yang statusnya sebagai mahasiswa baru,
sehingga harus dengan segera kembali ke asrama dan pergi ke kampusnya untuk menghadiri
acara kampus.
Setelah
penyidikan berakhir, yaitu pukul 06:30 WIB, kawan-kawan Papua masih saja di
tahan dengan berbagai alasan. Padahal pihak kepolisian
sebelumnya sudah menjanjikan kawan-kawan Papua untuk segera dibebaskan tepat
setelah proses penyidikan berakhir. Salah satu alasan yang di lontarkan
oleh pihak kepolisian adalah harus menunggu Kepala Polrestabes, karena beliau sedang memimpin apel pagi di lingkungan Polrestabes Surabaya. Ada pula pernyataan salah satu pihak polisi lainnya agar menunggu
kedatangan Kasatreskrim Polrestabes Surabaya.
Setelah menunggu lama, kawan-kawan Papua dibebaskan (Kamis,
16/08) pada pukul 09:00 WIB dan sampai kembali di Asrama dalam keadaan
selamat pukul 09:45 WIB menggunakan 2 truk dalmas (pengendalian massa). Mahasiswa
yang kembali berjumlah 49 orang, sama seperti jumlah yang digelandang pada
malam hari sebelumnya. Tidak ada status tersangka dalam penyidikan ini. Namun,
mengutip keterangan dari Kasatreskrim Polrestabes Surabaya, akan ada tersangka
dari pihak penghuni asrama karena dugaan pembacokan yang sama sekali tidak
terjadi. Dilansir dari realita.co tertanggal 18 Agustus 2018, mengutip
pernyataan Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Sudamiran bahwa pelakunya
sudah ditetapkan sebagai tersangka dan saat ini sedang dilakukan upaya
pencarian.
Demikian rilis ini kami buat dengan
sejujur-jujurnya dengan kesadaran penuh dan tanpa paksaan dari pihak manapun.
Sekian rilis dari kami, untuk
meluruskan kejadian yang sebenarnya. Semoga dapat digunakan dengan semestinya.
Surabaya,
23 Agustus 2018
Pukul 04:10
WIB
Tertanda
|
Daftar Organisasi yang tergabung dalam Solidaritas :
1. Aliansi
Mahasiswa Papua
2. Ikatan
Pelajar Mahasiswa Papua
3. Surabaya
Melawan
4. Gerakan
Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Surabaya
5. YLBHI-LBH
Surabaya
6. Front
Mahasiswa Nasional Surabaya
7. Serikat
Gerakan Mahasiswa Indonesia
8. Serikat
Perempuan Indonesia-Surabaya
9. Gabungan
Serikat Buruh Indonesia
Daftar Pendamping yang Ikut ke Polrestabes Surabaya
1. Abdul
Wachid (LBH Surabaya)
2. Anindya
Shabrina (FMN Surabaya)
3. Yakub
Lie (Surabaya Melawan)
4. Fatkhul
Khoir (KontraS Surabaya)
5. Habibus
Shalihin (LBH Surabaya)
6. Sahura
(LBH Surabaya)